PERANAN BOARD OF
DIRECTOR, BOARD COMMITTES, BOARD POWER, BOARD COMPOSITION DAN IMPLEMENTASINYA
DALAM IMPLEMENTASI CORPORATE GOVERNANCE DI INDONESIA
Kendala
– Kendala Implementasi Good Corporate
Governance di Indonesia
Aktifitas bisnis tidak akan terlepas
dari kondisi lngkungan yang melandasi beserta kendala-kendalanya seperti
diantaranya kendala sebagai negara berkembang, multi etnis, suku dan budaya,
negara kepulauan, dan kendala lainnya. Begitu pula penerapan Good Corporate Governance di Indonesia
sudah barang tentu pasti dipengaruhi oleh kendala-kendala tersebut yang secara
garis besar akan dikelompokan ke dalam kendala hukum, kendala budaya, kendala politik, kendala
lingkungan bisnis, dan kendala lainnya.
Kendala
Hukum
Corporate
Governance haruslah menjamin perlakuan yang sama dan perlindungan atas
hak-hak semua pemegang saham dari berbagai bentuk penyalahgunaan oleh
pihak-pihak tertentu. Di Indonesia pemegang saham tertentu dan stakeholder
lainnya hanya memiliki sedikit celah untuk melindungi diri mereka dari tindakan
penyalahgunaan pemegang saham mayoritas. Dalam sistem hukum kita mekanisme
tindakan semacam itu memang ada diatur tetapi karena lemahnya pelaksanaan
penegakan hukum dan praktik pengadilan maka efektivitasnya menjadi terbatas,
begitu juga dengan sistem kepailitan dan pengadilan memiliki kelamahan telah
membuat para kreditur hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap para debitur
mereka.
Kendala
Budaya
Sebagaimana disinggung sebelumnya,
bahwa terdapat suatu pandangan bahwa praktik corporate governance itu hanyalah
suatu bentuk kepatuhan terhadap peraturan atau ketentuan dan bukannya suatu sistem
yang diperlukan oleh perusahaan untuk meningkatkan kinerja. Hal ini menyebakan Good Corporate Governance tidak sepenuh
hati dilaksanakan sehingga efektifitasnya berkurang, begitu juga halnya dengan
adanya dan telah membudaya adanya tanggapan bahwa tindakan penyelewengan maupun
transaksi dengan orang dalam adalah hal yang biasa dan lumrah dilakukan dan
bahkan tindakan korupsi pun dianggap hal yang biasa dan tidak salah. Anggapan
seperti jelas bertentangan dengan jiwa GCG, sehingga akan mengganggu dan
menghambat berjalannya konsep tersebut. Kondisi ini ditambah lagi dengan
lemahnya pengungkapan dan keterbukaan dan tidak efektifnya mekanisme
pengungkapan dan kedisplinan di pasar modal. Dalam beberapa kasus dijumpai
fenomena bahwa para manajer dan direktur immune
terhadap pertanggungjawaban kepada stakeholder.
Kendala
Politik
Kendala ini terutama berkaitan
dengan perusahaan-perusahaan BUMN, yaitu perusahaan yang dimiliki Negara.
Sebagaimana dikatakan di atas bahwa pengertian Negara selalu menjadi kabur dan
diartikan Negara sebagai pemerintah, tetapi ada juga yang mengartikannya
sebagai lembaga Negara lainnya. Hal ini ditambah lagi dengan dikaburknnya pengertian
pemisahan kepentingan bisnis dan kepentingan pemerintah dan kepentingan lembaga
lainnya. Akibatnya berbagai keputusan bisnis di BUMN sangat diintervensi oleh
pemerintah bahkan sangat diekploitasi oleh para politisi. Dalam beberapa kasus
hal ini terjadi juga pada beberapa perusahaan swasta. Kondisi lain yang mungkin
akan menjadi perhatian bahwa peranan lembaga pasar modal sebagai lembaga
pengatur masih lemah dalam membela dipengadilan.
Kendala
Lingkungan Bisnis
Sebagaimana yang berlaku umum
diberbagai Negara di Asia lainnya bahwa perusahaan-perusahaan meskipun
berbentuk perseroan terutama dimiliki oleh keluarga. Dengan kondisi ini maka
praktik GCG kemungkinan saja melenceng dari yang seharusnya karena berbagai
kepentingan keluarga, misalnya dalam hal penunjukan komisris independen.
Keadaan ini dalam berbagai kasus masih saja berlangsung meskipun
perusahaan-perusahaan tersebut telah menjual sahamnya di pasar modal.
Bank-bank di Indonesia telah diakui
keberadaanya sebagai lembaga penyedia dana yang dibutuhkan oleh para pelaku
bisnis. Sebagai penyedia dana harusnya berperan active dalam mengawasi
pengelolaan dana perusahaan termasuk para manajernya dalam penggunaan dana.
Dalam berbagai kasus fungsi monitoring
ini tidak berjalan dengan efektif bahkan pada beberapa kasus hal ini sudah
terjadi sejak proses anlisa proposal yang diajukan.
Kendala – kendala tersebut di atas
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum mampu melaksanakan corporate governance dengan
sungguh-sungguh sehingga perusahaan mampu mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance dengan baik.
Hal ini karena adanya sejumlah kendala yang dihadapi tersebut diatas. Kendala
diatas ini dapat dibagi tiga, yaitu kendala internal, kendala eksternal, dan
kendala yang berasal dari struktur kepemilikan.
Kendala internal meliputi kurangnya
komitmen dari pimpinan dan karyawan perusahaan, rendahnya tingkat pemahaman
dari pimpinan dan karyawan perusahaan tentang prinsip-prinsip good corporate governance, kurangnya
panutan atau teladan yang diberikan oleh pimpinan, belum adanya budaya
perusahaan yang mendukung terwujudnya prinsip-prinsip good corporate governance, serta belum efektifnya sistem
pengendalian internal. Kendala eksternal dalam pelaksanaan corporate governance
terkait dengan perangkat hukum, aturan dan penegakan hukum (law-enforcement). Indonesia tidak kekurangan produk hukum. Secara
implisit ketentuan-ketentuan mengenai GCG telah ada tersebar dalam UU No. 40
tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang dan Peraturan Perbankan,
Undang-undang Pasar Modal dan lain-lain. Namun penegakannya oleh pemegang
otoritas, seperti Bank Indonesia, Bapepam, Kementerian Keuangan, BUMN, bahkan
pengadilan sangat lemah. Oleh karena itu diperlukan test-case atau kasus
preseden untuk membiasakan proses, baik yang yudisial maupun quasi-yudisial
dalam menyelesaikan praktik-praktik pelanggaran hukum perusahaan atau
GCG.
Baik kendala internal maupun kendala
eksternal sama-sama penting bagi perusahaan, namun demikian, jika kendala
internal bisa dipecahkan maka kendala eksternal akan lebih mudah diatasi.
Kendala yang ketiga adalah kendala yang berasal dari struktur kepemilikan.
Berdasarkan prosentasi kepemilikan dalam saham, kepemilikan terhadap perusahaan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang terkonsentrasi dan
kepemilikan yang menyebar. Kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi pada saat
suatu perusahaan dimiliki secara dominan oleh seseorang atau sekelompok orang
saja (40,00% atau lebih). Kepemilikan yang menyebar terjadi pada saat suatu
perusahaan dimiliki oleh pemegang saham yang banyak dengan jumlah saham yang
kecil-kecil (satu pemegang saham hanya memiliki saham sebesar 5% atau
kurang).
Salah satu dampak negatif yang
ditimbulkan oleh struktur kepemilikan adalah perusahaan tidak dapat mewujudkan
prinsip keadilan dengan baik karena pemegang saham yang terkonsentrasi pada
seseorang atau sekelompok orang dapat menggunakan sumber daya perusahaan secara
dominan sehingga dapat mengurangi nilai perusahaan. Sama seperti halnya kendala
eksternal, dampak negatif yang ditimbulkan dari struktur kepemilikan dapat
diatasi jika perusahaan memiliki sistem pengendalian internal yang efektif,
seperti mempunyai sistem yang menjamin pendistribusian hak-hak dan tanggung
jawab secara adil diantara berbagai partisipan dalam organisasi (Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, manajer, pemegang saham, serta pemangku kepentingan
lainnya), dan dampak negatif ini juga akan hilang jika dalam stuktur
organisasinya, perusahaan mempunyai Komisaris Independen dengan jumlah tertentu
dan memenuhi kualifikasi yang ditentukan (syarat-syarat yang ditentukan untuk
menjadi Komisaris Independen).
KOMISARIS
INDEPENDEN
Keberadaan Komisaris Independen ini
diharapkan mampu mendorong dan menciptakan iklim yang lebih independen, obyektif,
dan menempatkan keadilan sebagai prinsip utama yang memperhatikan kepentingan
pemegang saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya. Peran Komisaris
Independen ini diharapkan mampu mendorong diterapkannya prinsip dan praktik
corporate governance pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, termasuk
BUMN. Upaya perusahaan untuk menghadirkan sistem pengendalian internal yang
efektif tersebut terkait dengan upaya perusahaan untuk mengatasi kendala
internalnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dampak negatif dari
struktur kepemilikan akan hilang jika perusahaan mampu mengatasi permasalahan
yang terkait dengan kendala internalnya.
Persoalan independensi juga
muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji
Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu
keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris,
karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa
penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di
Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya
diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar
mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini
integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting.
Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena
hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan
Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan Komisaris.
Seharusnya ada definisi yang
jelas tentang komisaris "ekstern" atau komisaris
"independen". Kriteria untuk Outside Directors dalam One
Tier System tersebut telah diterjemahkan menjadi kriteria untuk Komisaris
Independen. Kriteria tentang Komisaris Independen tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;
2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari
atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;
4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;
7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;
2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari
atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;
4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;
7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan.
TERMINOLOGI
TENTANG INDEPENDENSI
Independensi Profesional
adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena
berhubungan dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper
test" terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di
perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan
tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang
sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan
bukan oleh apa yang terlihat (in appearance). Lebih lanjut, dalam
menyelenggarakan suatu "fit and proper test", pemberian kesempatan
yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati
suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat
dan adil.
PERANAN BOARD OF DIRECTORS,
BOARD OF COMMITEES, BOARD OF POWER DAN BOARD OF COMPOSITION DALAM IMPLEMENTASI
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Sudah
disinggung diatas perihal kendala-kendala dalam penerapan GCG diantaranya karena dorongan regulasi dan menghindari sanksi yangada
dibandingkan yang menganggap prinsip tersebut
sebagai bagian dari kultur perusahaan, sehingga memang
dibutuhkan pendekatan yang mengedepankan pola pikir melakukan GCG sebagai salah
satu kebutuhan yang harus dijalani bukanlah sekedar kewajiban yang tertulis
dalam visi dan misi. Hal ini menjadi lebih rumit ketika harus menyamakan
presepsi mengenai sebuah konsep GCG yang baik ditengah keberagaman suku dan
budaya yang ada di Indonesia karena setiap suku dan budaya bisa saja mempunyai
presepsi akan hal baik dan buruk yang berbeda.
Indonesia
masih menganut menggunakan pendekatan yang lembut
meskipun masih terdapat banyak pratik-pratik yang bertolak belakang dengan
prinsip-prinsip GCG seperti korupsi, kkn, pungli dan masih banyak contoh
lainnya. Di Indonesia untuk mengimplementasikan GCG yang baik diperlukan
dorongan hukum untuk membantu merubah kultur masyarakat Indonesia menjadi lebih
baik karena diharapkan dengan pemberian hukuman yang didukung
dengan sistem penilaian kinerja yang adil dapat menciptakan
efek jera secara jangka panjang dapat mengubah perilaku.
Dari
hal ini menurut saya dengan mengedepankan adanya konsep-konsep pendekatan
komprehensif yang mencakup penerapan regulasi, implementasi yang
konsisten, serta pemberian sanksi dapat membantu masyarakat Indonesia untuk
menerapkan prinsip GCG yang baik di Indonesia.
Peranan
Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan. Dewan Komisaris memegang peranan yang
sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan GCG, Dewan
Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola
perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan
Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan
petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang
bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan -
sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka
Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. Lebih
lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi: Menilai dan mengarahkan
strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian
risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi
pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal
perusahaan, investasi dan penjualan aset; Menilai sistem penetapan penggajian
pejabat pada posisi kunci, penggajian anggota Dewan Direksi, serta menjamin
suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang transparan dan adil; Memonitor
dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota
Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset
perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan; Memonitor pelaksanaan
Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu; Memantau proses keterbukaan
dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.
Hingga
saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang Corporate
Governance. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama,
yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta
para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan
hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan." Disamping itu juga menjelaskan, bahwa
tujuan dari Corporate Governance adalah "untuk menciptakan nilai tambah
bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)." Secara lebih rinci,
terminologi Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan
dan perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola)
perusahaan, dan para pemegang saham. Ada empat unsur penting dalam Corporate
Covernance, yaitu:
Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak
para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para
investor.
Transparency (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu
informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan
yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan
perusahaan.
Accountability (Akuntabilitas).
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin
penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang
diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System).
Responsibility (Pertanggungjawaban).
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan
dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Sebagai
gambaran, untuk berhasil di pasar yang bersaing, suatu perusahaan harus
mempunyai pengelola perusahaan yang inovatif, yang bersedia untuk mengambil
risiko yang wajar, dan yang senantiasa mengembangkan strategi baru untuk
mengantisipasi situasi yang berubah-ubah. Hal ini menuntut manajemen sebagai
pengurus perusahaan mempunyai ruang gerak untuk bertindak bebas dan didorong
untuk bertindak untuk kepentingan investor atau penanam modal.
Board
Of Director
Board
of directors merupakan badan yang mewakili kepentingan para pemegang saham,
dan bertanggung jawab kepada mereka untuk serangkaian tugas tertentu, termasuk mendefinisikan
strategi perusahaan dan filosofi perusahaan, pengawasan eksekutif manajemen,
dan pelaksanaan pengendalian internal.
Kata board
of directors memiliki artian yang berbeda-beda di beberapa negara. Di
Negara Amerika Serikat, Kanada dan Inggris menggunakan kata board of
directors untuk mewakili Dewan Direksi dan Dewan Komisaris, sedangkan
di Negara-negara Asia seperti Jepang, Korea dan Indonesia kata board of
directorssetara dengan Dewan Komisaris. Penyebab perbedaan arti tersebut
dikarenakan ada Negara yang menggunakan single board system dan dual
board system.
Di
Indonesia yang menggunakan dual board system sehingga terdapat
pembagian divisi dewan menjadi dua bagian yaitu yang pertama Supervisory
board (Dewan Komisaris) yang bertindak sebagai agen dari pemegang
saham serta memiliki tanggung jawab untuk menunjuk, mengawasi dan member
masukan anggota dewan manajemen dan juga mengembangkan strategi perusahaan yang
mendasar. Kedua adalah Management board yang bertanggung jawab
terhadap menjalankan fungsi harian manajemen bisnis, divisi atau melakukan
fungsi control di Indonesia Management board sering juga
disebut dengan Dewan Direksi.
Board
Committees
Board
of committees mulai berkembang sejak beberapa tahun terakhir dan saat ini
terus mengalami peningkatan. Terdapat dua jenis umum dari Board of
committees , tipe yang pertama adalah Management Support atau Operating
Committee yang bertugas untuk memberikan masukan kepada manajemen
mengenai keputusan. Tipe yang kedua adalah komite sebagai monitoring yang
bertugas untuk melindungi kepentingan pemegang saham dengan menyediakan tujuan,
tinjauan independen urusan perusahaan, khususnya yang berkaitan dengan
legalitas, integritas, dan kualitas etis dari kegiatan perusahaan.
Sebagai Board
of committees memiliki tanggung jawab komite, antara lain :
1. Meninjau dan
menyetujui strategi dan kebijakan Grup dan pendekatan untuk digunakan dalam
Ulasan Kompensasi tahunan Grup remunerasi;
2. Memastikan bahwa
dukungan kinerja terkait pengaturan kompensasi strategi bisnis dan memberikan
keseimbangan menantang yang sesuai antara risiko dan imbalan;
3. Mempertimbangkan
undang-undang, peraturan, pedoman dan rekomendasi yang berkaitan dengan
remunerasi dan tata kelola perusahaan;
4. Pemantauan tingkat dan
struktur remunerasi untuk manajemen senior, termasuk kinerja individu terhadap
tujuan dan merekomendasikan remunerasi masing-masing anggota Dewan eksekutif,
dan
5. Menyediakan laporan
tahunan kepada Dewan dan pemegang saham dari kebijakan remunerasi Perseroan.
Board
composition dapat dibagi dalam tiga kategori, antara lain: Insider
Director, Affiliated outside director, dan Independent
outside director . Board compositiondapat dipengaruhi oleh
struktur kepemilikan perusahaan dan biasanya menyangkut isu-isu yang berkaitan
dengan board independence dan keragaman (perusahaan dan
pengalaman industri, latar belakang fungsional, dll) dari board members. Board
independence mengacu pada dewan perusahaan yang memiliki
mayoritas outside directors independen. Dibandingkan dengan
papan insider-didominasi, papan luar yang didominasi diyakini morevigilant
dalam memantau perilaku manajerial dan pengambilan keputusan perusahaan. Sebuah
papan yang terdiri dari direksi dengan beragam rangkaian keahlian fungsional
(marketing, teknik, keuangan, dll) industry experiences, kualifikasi
pendidikan, etnis dan jenis kelamin campuran mungkin lebih siap untuk
menghadapi berbagai masalah yang dihadapi perusahaan dan memberikan para
eksekutif dengan saran dan konsultasi dari berbagai perspektif.
Board
power memiliki
wewenang untuk memilih dan mengatur keadaan sebuah board didalam
perusahaan, selain itu Board power memiliki tanggung jawab
penuh atas pengurusan dan hal-hal terkait kepentingan perusahaan sesuai dengan
maksud dan tujuan perusahaan.
Implementasinya
Dalam Kontek Good Corporate Governance Di Indonesia
Tentu
dengan adanya pembagian-pembagian seperti Board of Director, Board
Committes, Board Power dan Board Composition akan
sangat berpengaruh bagi penerapan GCG di perusahaan maupun di Indonesia, hal
ini dikarenakan dengan sistem kerja yang baik tentu akan lebih mudah untuk
melakukan pengaturan dan pengawasan.
Sistem
pembagian struktur yang baik akan membantu dalam mewujudkan perusahaan yang
jujur dan bertanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip GCG. Dengan adanya
pembagian ini juga akan membantu mengurangi praktekwhite collar crime yang
hingga saat ini masih menjadi musuh bersama dan tentu hal ini sangat
bertentangan dengan prinsip GCG. Manfaat lain dari penerapan sistem ini adalah
dengan sistem kepengurusan yang baik akan meningkatkan produktivitas perusahaan
dan tentu hal ini dapat menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah
melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun
internasional.
Di
Indonesia walaupun masing-masing jenis perusahaan memiliki Board of
Director, Board Committes, Board Power dan Board Composition yang
berbeda-beda tetapi menurut saya di Indonesia yang terpenting adalah kejujuran
dari setiap anggota board karena sistem kepengurusan yang baik
tidak akan memberi dampak yang baik jika tidak ada kejujuran dari setiap
anggota. Sistem kepengurusan di Indonesia saat ini masih ada yang belum
menerapkan kejujuran di masing-masing board sehingga banyak
kasus perusahaan yang melibatkan anggota board , keadaan
seperti ini harus segera diperbaiki agar dapat mewujudkan perusahaan yang
berkembang dengan menerapkan prinsip GCG yaitu Transparansi, Kemandirian,
Akuntabilitas, Pertanggung Jawaban, Kewajaran dan Kesetaraan.
DAFTAR PUSTAKA
https://atyantahenggar.wordpress.com/2017/03/29/good-corporate-governance-di-indonesia-serta-perbedaan-board-of-director-board-committes-board-power-board-composition-dan-implementasinya/
Dilek Demirbas, 2011.
Independence of board of directors, employee relation and harmonisation of
corporate governance. Employee Relation Journal. Vol. 33, No. 4: 444-471
Eriza, 2013.https://erizanugrahvianti.wordpress.com/2013/05/27/good-corporate-governance,
29 Maret 2017, 20.44)
Harrison, 1987. The
Strategic Use Of Corporate Board Committees. California Management
Review. Vol. 30, No. 1: 109-125
Sushil Tamang, 2017.https://www.academia.edu/2636174/Board_Composition_and_Corporate_Governance, 29
Maret 2017 20.45
https://muhariefeffendi.files.wordpress.com/2009/12/fcgi_booklet_ii.pdf,
29 Maret 2017, 21.00
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisaris,
30 Maret 2017, 00.15
http://ejournalfia.ub.ac.id/index.php/profit/article/view/237,
30 Maret 2017, 00.20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar