MENGENAL KORUPSI,
FRAUD DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA
Unang Toto Handiman
ABSTRAK
Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia.
Praktik-praktik seperti penyalah gunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang
pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta
penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan
sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap se-bagai hal yang lazim terjadi di
negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pem-berantasannya sudah dilakukan
lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi ter-sebut tetap berlangsung,
bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir,
sehingga makin mempersulit penanggulangannya.
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi
secara bersama, yaitu:
- Insentif
atau tekanan untuk melakukan fraud
- Peluang
untuk melakukan fraud
- Sikap
atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam
segitiga fraud (Fraud Triangle)
Keywords : keywords, fraud
PENDAHULUAN
Pemberantasan
korupsi telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca
reformasi. Berbagai upaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupun
memberantas tindak pidana korupsi (tipikor) secara serentak oleh pemegang
kekuasa-an eksekutif (melalui Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah),
legislatif, serta yudikatif.
Upaya-upaya
itu mulai membuahkan hasil: itikad pemberantasan korupsi terdorong ke seluruh
Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya keuangan/aset negara
yang terselamatkan pada setiap tahunnya dalam pencegahan dan penuntasan kasus
korupsi. Sejumlah institusi pelaksana dan pendukung pemberantasan korupsi-pun
terbentuk, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban (LPSK).
Presiden
juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk pencegahan dan
pemberantasan korupsi (PPK), misalnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Melalui Inpres ini, Presiden
mengaman-atkan berbagai langkah strategis, diantaranya berupa Rencana Aksi
Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009. Dokumen yang dimaklumatkan
sebagai acuan bagi para pihak di pemerintahan Pusat dan Daerah dalam
memberantas korupsi ini menekankan pada upaya-upaya pencegahan dan penindakan
monitoring (peman-tauan) dan evaluasi.
Di tingkat
kebijakan pemerintah, berlangsung dinamika menarik. Pada satu sisi, terjadi
pembentukan dan konsolidasi kelembagaan; sementara di sisi lain, masyarakat
makin sadar dan kritis akan pentingnya pemberantasan korupsi. Hal ini bukan
saja telah diakomodasi dalam RAN Pemberantasan Korupsi 2004-2009, sejumlah
daerah bahkan sudah mengembangkan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi
secara swakarsa. Pantaslah kiranya jika ada daerah yang memelopori inovasi
kebijakan yang terbukti mampu mencegah praktik korupsi di birokrasi pemerintah.
Pemberantasan
korupsi di Indonesia telah menarik perhatian dunia international. Indonesia,
melalui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2006, telah meratifikasi United Nations
Convention against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti
korupsi, UNCAC) 2003. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi salah satu Negara
pertama yang dikaji oleh Negara Peserta lainnya di dalam skema UNCAC. Upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia diperbandingkan dengan klausul-klausul di
dalam UNCAC melalui kajian analisis kesenjangan (gap analysis study). Hasil
kajiannya menunjukkan bahwa, sejumlah penyesuaian perlu segera dilakukan untuk
memenuhi klausul-klausul di dalam UNCAC, terkhusus di bidang kriminalisasi dan
peraturan perundang-undangan.
TUJUAN
Tujuan dari
makalah ini adalah:
1.
Dapat mengetahui
dan memahami terjadinya korupsi
2.
Untuk mengetahui
bagaimana upaya pencegahan korupsi
3.
Untuk mengetahui
akibat yang akan terjadi apabila korupsi dibiarkan
4.
Dapat mengetahui
dan memahami terjadinya fraud
5.
Untuk mengetahui
bagaimana menangani fraud
PEMBAHASAN
PEMAHAMAN KORUPSI
Korupsi dan koruptor berasal
dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan
jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata
corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak,
menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-282).
Korupsi adalah penyalahgunaan
amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006: 10). Masyarakat pada umumnya
menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan
terlarang atau melawan hukum dalam rangka menda-patkan keuntungan dengan
merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi
masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan
publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary)
korupsi didefi-nisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam
pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan
pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah
penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public
office for private gain).
Definisi lengkap korupsi
menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan
perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan
tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau
orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan
hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Dari beberpa definisi tersebut
juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi. Pertama, tindakan
mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua,
melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau
wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri
sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima,
merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001
terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum
dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang
berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan
tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit,
secret trans-action, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme,
dan penyalah-gunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah-pemerintahan
rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang
paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan
menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan
sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang di-anggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh,
pendanaan partai
politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak
legal di tempat lain.
KONDISI YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak
bertanggung jawab lang-sung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di
rezim-rezim yang bukan demokratik.
·
Kurangnya transparansi di
pengambilan keputusan pemerintah
·
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran
lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan
jaringan "teman lama".
·
Lemahnya ketertiban hukum.
·
Lemahnya profesi hukum.
·
Kurangnya kebebasan
berpendapat atau kebebasan media massa.
·
Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri
dibanding dengan kebutuh-an hidup yang makin hari makin meningkat pernah di
kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "pada umumnya orang
menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang
dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono
juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang
bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor
yang paling menentukan, orang-orang yang berkecu-kupan banyak yang melakukan
korupsi. Namun kurangnya gaji dan pendapatan pega-wai negeri memang faktor yang
paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini
dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979:
The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123).
Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa "di Indonesia di bagian pertama
tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari
pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu.
Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para
pegawai mencari tam-bahan dan banyak di antaranya mereka mendapatkan dengan
meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". (Sumber buku
"Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
· Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah
dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·
Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah
penyuapan atau "sumba-ngan kampanye".
Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN)
yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun
1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia
terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu:
1. Aspek perilaku
individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi
seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup
yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta
tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar;
2. Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari
pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak
memadai, kele-mahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi
perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasi;
4.
Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan
masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai
yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa
yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan
mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif.
Selain itu adanya penyalah artian pengertian- pengertian dalam budaya bangsa
Indonesia
4. Aspek peraturan
perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perun-dang-undangan yang
bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa
negara, kualitas peraturan perundang-unda-ngan yang kurang memadai, judicial
review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan
sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan
revisi peraturan perundang-undangan.
DAMPAK NEGATIVE KORUPSI
DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan.
Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan
proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di peme-rintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum,
korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena peng-abaian
prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan
bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi
pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi
meningkat-kan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen
dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau
karena penyeli-dikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi
ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul
berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos
niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan
yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya
mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalih-kan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayan-an pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu
faktor keterbelakang-an pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang
berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan
perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya
diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada
diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia,
seperti Soeharto yang sering
mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan
kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum,
dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan
dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun,
melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. Hasilnya, dalam
artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam
satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu
faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan
mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.
Apabila korupsi sudah masuk
pada perekonomian negara mana mungkin bisa makmur masyaraktnya jikalau semua
proses ekonomi dijalankan oleh oknum yang korup. Hasil dari dampak korupsi
terhadp ekonomi yakni, Lambatnya Pertumbuhan ekonomi dan Investasi Turunya
Produktifitas Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Menurun-nya Pendapatan Negara
dari Sektor Pajak Meningkatnya Hutang Negara.
KESEJAHTERAAN UMUM NEGARA
Korupsi politis ada dibanyak Negara, dan memberikan
ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan
pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu
contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan
besar, namun merugikan perusaha-an-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
SOSIAL DAN KEMISKINAN RAKYAT
Dampak korupsi terhadap sosial
dan Kemiskinan Rakyat, korupsi akan menyebabkan:
1.
Mahalnya harga jasa dan
pelayanan publik
2. Lambatnya pengentasan kemiskinan rakyat
3. Akses bagi masyarakat sangat terbatas
4.
Bertambahnya anka kriminalitas
RUNTUHNYA OTORITAS PEMERINTAH
Penyebab dari runtuhnya
otoritas pemerintahan yakni:
1.
Matinya Etika Sosial
Politik, para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung
rakyat, karna mereka hanya memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari
mereka melakukan tindak korupsi dengan kekuatan politiknya mereka akan
melakukan berbagai cara untuk menyelamatkannya.
2.
Tidak Berlakunya Peraturan dan
Perundaang-Undangan, peraturan perundang undangan tidak lagi berlaku karna,
kebanyakan para pejabat tinggi, pemegang kekuasaan atau hakim sering kali
dijumpai bahwa mereka mudah sekali terbawa oleh hawa nafsu mereka. dan juga
sering kali semua permasalahan selalu diselesaikan dengan korupsi.
POLITIK
Dampak korupsi terhadap politik
dapat menghasilkan:
1.
Munculnya kepemimpinan yang
korup
2. Hilangnya kepercayaam publik pada demokrasi
3. Menguatnya system politik yang dikuasai oleh pemilik modal
4.
Hancurnya kedaulatan rakyat.
PENEGAK HUKUM
Dampak korupsi terhadap penegak
hukum dapat melemahkan suatu pemerintahan. Bahwasanya setiap pejabat atau
pemegang kekusaan memiliki peran penting dalam memba-ngun suatu negara, apabila
pejabat sudah melalaikan kewajibannya maka yang akan terjadi yakni:
1.
Fungsi pemerintahan tidak
berjalan dengan baik
2.
Masyarakat akan kehilangan
kepercayaan kepada pemerintah
PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Dampak korupsi terhadap
pertahanan dan keamanan mengakibatkan:
1.
Lemahnya alusistra (senjata)
dan SDM
2. Lemahnya garis batas negara
3.
Menguatnya kekerasan dalam
masyarakat
LINGKUNGAN
Dampak korupsi terhadap
lingkungan dapat menyebabkan:
1.
Menurunya kualitas lingkungan
2.
Menurunnya kualitas hidup
MODEL, BENTUK DAN JENIS KORUPSI
Tindak pidana korupsi dalam
berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya
telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai
yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan
(habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima
upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada
akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan
dapat merugikan keuangan Negara.
Beberapa bentuk korupsi
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Penyuapan (bribery) mencakup
tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang.
- Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan
pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang
mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya
alam tertentu.
- Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi
yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses
manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil
keuntungan-keuntungan tertentu.
- Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya
lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi
tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh
mafia-mafia lokal dan regional.
- Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan
kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya.
- Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan
negara.
- Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara
kolektif atau korupsi berjamaah.
Jenis korupsi yang lebih
operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang
menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
- Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau
suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
- Korupsi manipulatif, seperti permintaan
seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau
legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha
ekonominya.
- Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi
karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya.
- Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok
kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing
dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi
yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan,
penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan
jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi)
mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of
Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi
yang umum dikenal, yaitu:
- Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri
ilegal, penyelundupan.
- Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi
anggaran pemerintah, menipu dan mencuri.
- Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan
dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening
pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana.
- Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa,
penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya.
- Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah,
mencurangi dan memperdaya, memeras.
- Mengabaikan keadilan, melanggar hukum,
memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak.
- Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup
menempel pada orang lain seperti benalu.
- Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip
pungutan, meminta komisi.
- Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu
suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul.
- Menggunakan informasi internal dan informasi
rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu.
- Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang
milik pemerintah, dan surat izin pemrintah.
- Manipulasi peraturan, pembelian barang
persediaan, kontrak, dan pinjaman uang.
- Menghindari pajak, meraih laba
berlebih-lebihan.
- Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara,
konflik kepentingan.
- Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan
hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya.
- Berhubungan dengan organisasi kejahatan,
operasi pasar gelap.
- Perkoncoan, menutupi kejahatan.
- Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan
telekomunikasi dan pos.
- Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabata
BENTUK-BENTUK PENYALAHGUNAAN
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah
seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan
sector swasta dan pemerintah seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan.
Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan
(penyogok) dan pe-nerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan
mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga
tanpa terlibat penyogok-an. Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan
pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima
sogokan.
Dua belas negara yang paling minim korupsinya, menurut
survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001 adalah
sebagai berikut: Australia,
Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Swiss, Israel.
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang
paling korup adalah: Azerbaijan,
Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, Ukraina.
Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan
karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei
tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey
semacam itu juga tidak ada)
Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan
korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari
itu, sering banyak ada gosip meny-angkut politisi. Politisi terjebak di posisi
lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye
mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka
yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan
korupsi politis.
Tuduhan Korupsi Sebagai Alat Politik
Sering terjadi di mana politisi
mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik
Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang
terakhir, oleh Hu Jintao untuk
melemahkan lawan-lawan politik mereka.
MENGUKUR KORUPSI
Mengukur korupsi dalam artian statistik, untuk
membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para
pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks
Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang
seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei
pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan
Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan
Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi
politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi,
termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.
PENCEGAHAN KORUPSI
Prioritas pimpinan KPK yang baru adalah lebih banyak lagi
melakukan tindakan pencegahan dibandingkan KPK periode yang lalu dapat
dimengerti. Dalam Konevensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan
Korupsi (United Nations Concention Againts Corruption/UNCAC) yang sudah
diratifikas dengan Undang-Undang No. 7/2006, jelas sekali diatur masalah
pencegahan tindak pidana korupsi dari Pasal 5 sampai Pasal 14.
UNCAC mengupayakan pencegahan korupsi dengan memperbaiki
transparansi dan meningkatkan intergritas birokrasi pemerintah. Untuk itu
setiap Negara disarankan memiliki lembaga pemberantasan korupsi yang efektif,
birokrasi yang transparan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan memperbaiki
lembaga pemerintah, termasuk peradilan dan sector swasta mengenai kode etik,
pelaporan kasus korupsi, benturan kepentingan dan pengadaan barang dan jasa,
dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Khusus untuk Indonesia, menurut
laporan Gap Analysis yang dibuat oleh tim ahli yang berasal dari dalam dan luar
negeri yang dibentuk KPK, terdapat empat masalah penting untuk dilakukan
pencegahan korupsi, yaitu memperjelas tanggung jawab pencegahan korupsi,
reformasi birokrasi terutama di sector penegakan hukum dan peradilan, perbaikan
system pengadaan barang dan jasa, dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.
KPK dan lembaga lain seperti Komisi Ombudsman Nasional,
Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemeneg PAN) memiliki tanggung
jawab utama di bidang pencegahan korupsi ini. Mengenai reformasi birokrasi,
kita sudah memulai-nya, misalnya Meneg PAN sudah mengoordinasikan penyusunan
rancangan undang-undang tentang administrasi pemerintahan. Pengadaan varabf dan
jasa juga diupaya-kan memperbaiki, antara lain dengan mengumumkan pengadaan
barang dan jasa dan masing-masing instansi baik melalui aplikasi LPSE, dan
SIRUP.
Untuk pencegahan pencucian uang, tim ahli ini juga
menaruh perhatian pada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK)
yang belum memiliki pegawai tetap dan banyak menggunakan pegawai dari instansi
lain. Sehubungan dengan masalah kepegawaian ini, sudah pernah diusulkan agar
kepala PPATK diberikan kewenangan sebagai Pembina pegawai negeri sipil dengan
merevisi satu pasal pada Peraturan Pemerintah No. 9/2003 tentang Wewenang
Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Walaupun upaya ini sudah dilakukan bertahun-tahun dengan
mengkomunikasikannya kepada Presiden, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan
Menteri-menteri dan Pejabat terkait, tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya
berhasil. Dengan memper-banyak pencegahan, high cost economy dapat ditekan dan
korban yang meluas di masyarakat dapat dikurangi.
Penindakan korupsi tetap dilanjutkan sebagai salah satu
upaya untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku dan efek pencegahan bagi orang
lain. Sejarah membuktikan pemberantasan korupsi yang dilakukan hanya dengan
penindakan dan tidak disertai pencegahan berupaperbaikan system tidak akan
pernah memberantas korupsi dengan baik. Korupsi akan terus tumbuh dan berulang
kembali apabila upaya perbaikan system sebagai salah satu upaya pencegahan
tidak dilakukan. Akhirnya, energy akan habis untuk melakukan pemberantasan
korupsi ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini mengutamakan
upaya-upaya pence-gahan korupsi melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan
kampanye yang melibatkan berbagai pihak. Peringatan Hari Anti Korupsi
Internasional di Istana Negara Jakarta, mengatakan upaya pencegahan dapat
mengurangi potensi terjadi korupsi dan kerugian Negara dibandingkan bila
korupsi itu sendiri telah terjadi.
“Mengingatkan kembali kejahatan korupsi sudah memasuki
kehidupan bernegara, merusak ekonomi, merusak penegakan hukum dan akhirnya juga
merusak struktur social”, pentingnya upaya pencegahan korupsi agar tidak
terjadi korupsi. Pencegahan melalui pembenahan kelembagaan mutlak diperlukan,
kita harus pikirkan langkah antisipasi.
KPK mengembangkan sebuah sistem yang disebut dengan
system integrasi nasional (SIN). Sistem yang akan dikembangkan dan masuk dalam
rencana kerja KPK 2011-2023 tersebut adalah sistem yang berlaku secara nasional
dan melibatkan seluruh pilar bangsa. “Ini dimaksudkan seluruh pilar bangsa
dapat mendorong adanya transparan-si”, Meskipun belum menjelaskan secara detail
bagaimana sistem ini berjalan, dengan sistem ini maka tindak kejahatan korupsi
dapat dicegah sejak awal dan melibatkan semua pihak.
Sejak 2004-2012 lembaga itu sudah menangani 332 kasus
dengan pelaku yang bera-gam dari mulai anggota legislative baik di pusat maupun
daerah, kepala lembaga, unsur kementrian, bupati, gubernur, walikota, duta
besar, penegak hukum dan pengusaha.
Keuangan Negara yang berhasil diselamatkan dari sector
hulu migas sejak 20019-2012 Rp 152 triliun sementara keuangan Negara dari
sektor pengalihan hak negara di 25 kementrian sejak 2009-2011 yang berhasil
diselamatkan sebanyak Rp 2 triliun.
STRATEGI DAN UPAYA
PEMBERANTASAN KORUPSI
Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah
satu implementasinya adalah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011
tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Dalam dua Inpres
ini, Pemerintah mengim-plementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum;
Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan
Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional;
dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception
Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.
Sebagai catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8.
Sementara pada 2011 sudah naik menjadi 3,0. Di Negara ASEAN, CPI Indonesia
lebih baik dari pada Vietnam (2,9), Filipina (2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1),
dan Myanmar (1,5). Tapi CPI Indonesia masih dibawah Singapura (9,2), Brunei (5,2),
Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Yang harus dicatat, Indonesia sudah
mencatat kemajuan yang luar biasa dan meng-alami kenaikan tertinggi dalam
periode 2004 hingga 2011. Pada 2004 CPI Indonesia 2,0. “Jadi dalam kurun waktu
tujuh tahun ada kenaikan suatu full percentage point, ini kenaikan yang sangat
signifikan.
PERAN SERTA
PEMERINTAH DALAM MEMBERANTAS KORUPSI
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan
dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk
mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen
yang diharapkan mampu men-jadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut:
1. Membangun kultur
yang mendukung pemberantasan korupsi
2.
Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector
dengan mewujud-kan good governance
3.
Membangun kepercayaan masyarakat
4.
Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku
korupsi besar
5. Memacu aparat hukum
lain untuk memberantas korupsi
UPAYA YANG DAPAT
DITEMPUH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas
tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1. Upaya pencegahan
(preventif)
2.
Upaya penindakan (kuratif)
3.
Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa
4. Upaya edukasi LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat)
UPAYA PENCEGAHAN (PREVENTIF)
1. Menanamkan semangat
nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan Negara
melalui pendidikan formal, informal dan agama.
2.
Melalui penerimaan pegawai berdasarkan prinsip
keterampilan teknis
3.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana
dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
4.
Para Pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai
dan ada jaminan masa tua
5.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin
kerja yang tinggi
6.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabatyang memiliki
tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem control yang efisien
7.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok
8. Berusaha melakukan
reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintah melalui penyederhanaan
jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
UPAYA PENINDAKAN
(KURATIF)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang
terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh
KPK:
1. Dugaan korupsi dalam
pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple
Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004)
2.
Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM.
Ia diduga melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3.
Dugaan korupsi dalam proyek program pengadaan Busway pada
Pemda DKI Jakarta (2004).
4.
Dugaan Penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuangan Negara Rp 10 Milyar lebih (2004)
5.
Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment
dan placement deposito dari BI kepada PT. Texmaco Group melalui BNI (2004)
6.
Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit
BPK (2005)
7.
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005)
8.
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo
9.
Menetapka seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai
tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan
Negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004)
10. Kasus korupsi di
KBRI Malaysia (2005)
UPAYA EDUKASI
MASYARAKAT/MAHASISWA
1. Memiliki tanggung
jawab guna melakukan partisipasi politik dan control social terkait dengan
kepentingan public
2.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh
3. Melakukan control social pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional
4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelengaraan pemerintahan Negara dan aspek-aspek hukumnya
5. Mampu memposisikan
diri sebagai subyek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan
keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
UPAYA EDUKASI LSM
(LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT)
1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi
non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada public mengenai korupsi di
Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan
praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang
bebas korupsi
2. Transparency International (TI) adalah organisasi
internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman
sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang
terkenal adalah laporan korupsi global. Survei TI Indonesia yang membentuk
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan Semarang dan Batam.
Sedangkan TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam Negara terkorup di
dunia. IPK Indonesia 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak,
Libya, dan Uzbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan,
Paraguay, Somalia, Sudan, angola, Nigeria, Haiti dan Myanmar. Sedangkan
Islandia adalah Negara terbebas dari korupsi.
FRAUD
Fraud adalah sebuah
kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi me-rugikan orang lain,
meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi di
berbagai wilayah hukum.
Tindakan yang dianggap fraud kriminal termasuk:
·
bait and switch
·
trik cofidensi seperti penipuan biaya muka, pengiklanan
palsu
·
pencurian identitas
·
tagihan palsu
·
pemalsuan dokumen
atau tanda tangan
·
pembuatan perushaan palsu
PEMAHAMAN FRAUD
Fraud adalah sebuah istilah di
bidang IT yang artinya sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum (illegal-acts) yang
dilakukan secara sengajadan sifatnya dapat merugiakan pihak lain. Istilah
keseharian adalah kecurangan diberi nama yang ber-lainan seperti penipuan, pencurian,
penyerobotan, pemerasaan, penjiplakan, pengge-lapan, dan lain-lain. Orang awam
sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau
perbuatan korupsi. Fraud atau kecurangan itu sendiri adalah tindakan yang
melawan Hukum oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan
maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara
langsung merugikan pihak lain. Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud
secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi.
Dari beberapa definisi atau
pengertian Fraud (kecurangan) diatas, maka tergambarkan bahwa yang dimaksud
dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat
pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurang-an
(Keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan
tidak terjadi) adalah :
1. Harus terdapat salah
pernyataan (misrepresentation).
2. Dari suatu masalah
masa lampau (past) dan sekarang (present).
3. Fakta bersifat
material.
4. Dilakukan secara
sengaja atau tanpa perhitungan (make – knowingly or recklessly).
MENGENAL KECURANGAN
(FRAUD)
Secara harafiah fraud didefInisikan
sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut
sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan
pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan
manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keun-tungan dari
orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan men-cakup
semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap
cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating)
yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi
dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud
dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal
acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang
tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau
penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International
Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit
of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai
“…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang
berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga
yang me-lakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan
yang tidak adil atau illegal”. Motifnya sama, yaitu sama-sama memperkacaya diri
sendiri/golongan dan modus operandinya sama, yaitu dengan melakukan cara-cara
yang illegal.
Kecurangan (fraud) merupakan
penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbul-kan kerugian tanpa disadari
oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan ke-untungan bagi pelaku
kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekaan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesem-patan yang ada dan adanya
pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kecurangan bisa
terjadi di dalam sebuah profesi, contohnya profesi akun-tansi. Seorang akuntan
yang melakukan kecurangan dalam prosedur akuntansi akan mengakibatkan informasi
akuntansi yang dihasilkan tidak akan berguna bagi pihak-pihak yang
membutuhkannya.
Karena sebuah informasi
akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah
penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap pro-gram atau
kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya. Contohnya kecurang-an dalam
pelaporan keuangan, kesalahan pencatatan akuntansi dapat menyebabkan salah saji
material pada pelaporan keuangan.
Salah saji material pada
pelaporan keuangan mengacu pada pengertian bahwa ke-putusan pengguna laporan
keuangan akan terpengaruh/terkecoh oleh ketidak akuratan informasi yang terjadi karena salah saji
tersebut. Secara umum salah saji material dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu kualitatif dan kuantitatif. Contoh salah saji yang kategori pertama
adalah kesalahan pengelompokan rekening di pelaporan keuangan. Semisal pinjaman
dari bank yang berumur kurang dari 1 tahun (current) dilaporkan di
rekening pinjaman jangka panjang (non-current). Efek dari kesalahan ini
bisa berakibat pada tidak akuratnya perhitungan rasio lancar (current ratio)
dan perbandingan hutang pada modal (debt to equity ratio).
Selain itu kecurangan dalam
laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti manipulasi, pemalsuan atau
perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung-nya yang menjadi sumber data
bagi penyajian laporan keuangan, representasi yang salah dalam atau
penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi
signifikan.
FAKTOR PEMICU
FRAUD
Terdapat empat faktor
pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori
GONE, yaitu :
1.
Greed (keserakahan)
2. Opportunity (kesempatan)
3. Need (kebutuhan)
4.
Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need
adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga
faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure
merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan
kecurangan (disebut juga faktor generic/umum).
FAKTOR INDIVIDU
1. Moral, faktor ini
berhubungan dengan keserakahan (greed).
2. Motivasi, faktor ini
berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan
dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset
yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu
tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang
yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
FAKTOR GENERIC
1.
Kesempatan (opportunity)
untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek
kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap
kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil.
Secara umum manajemen suatu organ-isasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang
lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
2. Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak
terulang-nya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku
yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan
sanksi apabila perbuatannya terungkap.
GEJALA ADANYA
FRAUD
Fraud (kecurangan) yang
dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang
dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang
menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :
1. Gejala kecurangan pada manajemen.
a)
Ketidakcocokan diantara
manajemen puncak.
b) Moral dan motivasi karyawan rendah.
c) Departemen akuntansi kekurangan staf.
d) Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan otoritas.
e) Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
f) Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang
meningkat.
g) Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu
yang lama.
h) Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.
i)
Terdapat peningkatan jumlah ayat
jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2.
Gejala kecurangan pada
karyawan/pegawai
a.
Pembuatan ayat jurnal
penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan
tanpa perincian/penjelasan pendukung.
b.
Pengeluaran tanpa dokumen
pendukung.
c.
Pencatatan yang salah/tidak akurat
pada buku jurnal/besar.
d.
Penghancuran, penghilangan,
pengrusakan dokumen pendukung pembayar-an.
e.
Kekurangan barang yang
diterima.
f.
Kemahalan harga barang yang
dibeli.
g.
Faktur ganda.
h.
Penggantian mutu barani
PELAKU FRAUD
Pelaku kecurangan diatas dapat
diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu manajemen/karyawan pegawai. Pihak
manajemen biasanya melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu
salah saji yang timbul karena kecurangan pe-laporan Keuangan (misstatements
arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan pegawai/karyawan
melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji
yang berupa penyalahgunaan aktiva. Ada beberapa perilaku pelaku fraud yang
harus menjadi perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang
dilakukan orang tersebut, yaitu:
a)
Perubahan perilaku secara
signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup
mewah, mobil atau pakaian mahal.
b) Gaya hidup di atas rata-rata.
c) Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja.
d) Penjudi berat.
e) Peminum berat.
f)
Sedang dililit utang.
KLASIFIKASI FRAUD
The Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan
Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan
atas kecurangan di AS memiliki tujuan untuk memberantas kecurangan,
mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal
dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-Hal yang
ditim-bulkan oleh Kecurangan yang sama (Uniform Occuptional Fraud
Classification System) membagi Fraud menjadi 3 jenis sebagai berikut :
1.
Penyimpangan atas asset (Asset
Missappropriation)
2.
Penyalahgunaan, pencurian
asset atau harta perusahaan atau pihak lain, jenis ini paling mudah untuk dideteksi
karena sifatnya tangiable atau dapat diukur/ dihitung (defined value).
3.
Pernyataan Palsu (Fraudulent
Statement)
4.
Tindakan yang dilakukan oleh
pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi
kondisi Keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa Keuangan (financial
engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan
atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
5.
Korupsi (Corruption)
6.
Jenis fraud ini yang paling
sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti suap dan
korupsi, dimana hal ini yang merupakan jenis yang terbanyak di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata
kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis
ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya
adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepenting-an (conflict of
interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/ illegal (illegal
gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
FAKTOR-FAKTOR KECURANGAN AKUNTANSI
1.
Tekanan (Unshareable
pressure/incentive). Merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud.
Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional
(iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan apa
pula karena dorongan keserakahan. Menurut SAS no. 99, terdapat empat jenis
kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan.
Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal
financial need, dan financial targets.
2. Adanya kesempatan/peluang (Perceived
Opportunity), yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang
melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi
karena adanya internal control perusahaan yang lemah kurangnya pengawasan,
dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle,
opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir
melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap
fraud.
3.
Rasionalisasi (Rationalization).
Merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari
pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan
tersebut. Rasionalisasi diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya
yang illegal untuk tetap mempertahan-kan jati dirinya sebagai orang yang
dipercaya, tetapi setelah kejahatan dila-kukan, rasionalisasi ini ditinggalkan
karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Rasionalisai atau sikap (attitude),
yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset
yang dicuri dan alasan bahwa tindakan-nya untuk membahagiakan orang-orang yang
dicintainya.
TEKNIK UNTUK
MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
1. Management and Directors, manajemen hampir selalu terlibat ketika kecura-ngan terhadap laporan
keuangan yang terjadi. Seperti penggelapan dan pe-nyimpangan, kecurangan
laporan keuangan biasanya dilakukan oleh individu tertinggi dalam organisasi,
dan paling sering atas nama organisasi. Karena manajemen biasanya terlibat,
manajemen dan direksi harus diselidiki untuk menentukan paparan dan motivasi
mereka saat melakukan penipuan. Dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan,
diperoleh pemahaman manajemen dan apa yang memotivasi mereka adalah setidaknya
sama pentingnya dengan memahami laporan keuangan.
2. Relationship with
Others Financial statement, fraud sering
dilakukan dengan membantu organisasi nyata atau fiktif lainnya. Hubungan yang
harus dideteksi adalah sebagai berikut: hubungan dengan lembaga keuangan, hubungan
dengan pihak organisasi dan individu, hubungan dengan auditor eksternal,
hubungan dengan pengacara, hubungan dengan investor, hubungan dengan lembaga
peraturan (regulator).
3. Organization and
Industry Financial statement, fraud seringkali
tidak terde-teksi dengan menciptakan struktur organisasi yang memudahkan untuk
me-nyembunyikan fraud. Atribut organisasi yang menyarankan eksposur potensi
penipuan mencakup hal-hal seperti terlalu kompleks struktur organisasi, orga-nisasi
tanpa sebuah departemen audit internal. Peneliti harus memahami siapa pemilik
dari sebuah organisasi.
4. Financial Result and
Operating Characteristics, banyak yang dapat dipelajari
tentang kecurangan laporan keuangan yang dengan erat memeriksa pengelola-an dan
dewan direksi, hubungan dengan orang lain, dan sifat organisasi. Melihat ketiga
elemen biasanya melibatkan prosedur-prosedur yang sama untuk semua jenis
penipuan laporan keuangan, apakah rekening tersebut dima-nipulasi. Diantaranya
adalah rekening pendapatan, rekening aset, kewajiban, pengeluaran, atau
ekuitas. Jenis eksposur diidentifikasi oleh laporan keuangan dan karakteristik
operasi dari organisasi. Dalam memeriksa keuangan pernya-taan untuk menilai
eksposur kecurangan, pendekatan terhadap laporan keuang-an non-tradisional
harus dilakukan. Gejala kecurangan yang paling sering ter-deteksi adalah
melalui perubahan dalam laporan keuangan.
5. Internal Auditor, Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing
sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang indepen-den dan
obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi
organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian
yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan
efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahaan serta pengen-dalian internal
yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam
pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan
komentar mengenai kegiatan yang diaudit.
6. External Auditor, Tidak hanya
internal auditor yang diperlukan dalam mendeteksi kecurangan terhadap suatu
perusahaan. External auditor juga sangat diperlukan, yang bertujuan dapat
menganalisa jika internal auditor mengalami kesulitan untuk mnedeteksi
kecurangan.
UPAYA PENCEGAHAN FRAUD
Fraud bisa dicegah dengan
beberapa upaya berikut:
a. Good Corporate
Governance (GCG) dilakukan oleh manajemen dengan merancang tata
kelola perusahaan yang baik, GCG dirancang dalam rangka mengeliminasi atau
setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Good Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan
pendelegasian wewenang.
b. Transaction Level
Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya
adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan
untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang
memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
c. Retrospective
Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan
untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan
perusahaan.
d. Investigation and
Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik
adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat
kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu
hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan perusahaan ataukah
pelanggaran besar yang berbentuk kecurangan dalam laporan keuangan atau
penyalahgunaan aset.
Pencegahan fraud bisa
dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati. Jika
menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada
kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, banding-kan bila
kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke
pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah
terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya
daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya
ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu:
1. Membangun individu
yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan
kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate
security contract.
2. Membangun sistem
pendukung kerja yang meliputi sistem yang terinte-grasi, standarisasi kerja,
aktifitas control dan sistem rewards and recog-nition.
3. Membangun sistem
monitoring yang didalamnya terkandung control self assessment,
internal auditor dan eksternal auditor.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Definisi lengkap korupsi
menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan
perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan
tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang
yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal
tersebut, dengan menyalah gunakan jabatan dimana mereka ditempatkan. Dengan
melihat beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit
adalah menyalah gunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum
untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu
yang dapat merugikan kepentingan umum.
2. Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu
implementasinya adalah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Dalam dua Inpres ini,
Pemerintah mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nations Conven-tion Against
Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegah-an pada Lembaga
Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindak-an; Harmonisasi
Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama
Internasional; dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau
Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.
3. Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui kecurangan (fraud) ialah
sebuah istilah umum, dan mencakup semua sarana dengan berbagai kecerdikan yang
dapat dirancang oleh manusia, yang terpaksa dilakukan oleh satu individu, untuk
mendapatkan keuntungan lebih dari pihak lain oleh pernyataan palsu. Tidak ada
aturan yang pasti dan tidak berubah-ubah yang dapat diletakkan sebagai proporsi
umum dalam mendefinisikan penipuan, karena termasuk kejutan, tipuan, licik dan
cara-cara yang tidak adil dimana pihak lain ditipu.
4. Hal tersebut dapat dipicu oleh beberapa faktor didalamnya diantaranya
tekanan, adanya kesempatan, dan rasionalisasi. Faktor-faktor ini lah yang
menjadikan kecurangan dapat merajalela di segala aspek, tidak menutup
kemungkinan di dalam bidang akuntansi. Oleh karena itu sudah selayaknya
tindakan kecurangan harus dicegah oleh siapapun juga. Adapun teknik-teknik
untuk mendeteksi sebuah kecurangan, hal tersebut dapat membantu pihak-pihak
yang mengatasi kecurangan.
SARAN
Agar korupsi dan fraud bisa ditahan laju perkembangannya
maka perlu dilakukan beberapa upaya pencegahan:
1.
Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan
penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen
bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara kongkrit, Lembaga Tertinggi
Negara, serta Lembaga Tinggi Negara.
2. Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan
komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk
strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi
yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif,
detektif dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus
menerus.
3. Membangun individu yang didalamnya terdapat trust
and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential
disclosure agreement dan corporate security contract.
4. Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem
yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards
and recognition.
5. Membangun sistem monitoring yang didalamnya
terkandung control self assessment, internal auditor dan eksternal
auditor.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi/
30 Juni 2017, 22.00
Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston
(2004), Corruption Around the World: Evidence
from a Structural Model
http://annisayulia.blogspot.co.id/2014/11/kecurangan-fraud-dalam-profesi-akuntansi.html,
30 Juni 2017, 22.05
https://arezky125.wordpress.com/
30 Juni 2017, 22.10
http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/uppk_apbn_apbd%281%29.pdf,
30 Juni 2017, 22.15
Artiningrum, Kurniasih; Nugroho, 2012, Etika Perilaku
Profesional Sarjana, Graha Ilmu, Yogayakarta
Srijanti, Purwanto, Artiningrum,
2007, Etika Membangun Sikap Profesionalisme Sarjana, Graha Ilmu, Yogyakarta
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi (2011),
Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta