Jumat, 30 Juni 2017

MENGENAL KORUPSI, FRAUD DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA

MENGENAL KORUPSI, FRAUD DAN TINDAKAN PENCEGAHANNYA
Unang Toto Handiman

ABSTRAK
Korupsi telah sejak lama terjadi di Indonesia. Praktik-praktik seperti penyalah gunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap se-bagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pem-berantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi ter-sebut tetap berlangsung, bahkan ada kecenderungan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya.
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi secara bersama, yaitu:
  1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud
  2. Peluang untuk melakukan fraud
  3. Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Ketiga faktor tersebut digambarkan dalam segitiga fraud (Fraud Triangle)
Keywords : keywords, fraud

PENDAHULUAN
Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah Indonesia pasca reformasi. Berbagai upaya telah ditempuh, baik untuk mencegah maupun memberantas tindak pidana korupsi (tipikor) secara serentak oleh pemegang kekuasa-an eksekutif (melalui Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah), legislatif, serta yudikatif.
Upaya-upaya itu mulai membuahkan hasil: itikad pemberantasan korupsi terdorong ke seluruh Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan semakin meningkatnya keuangan/aset negara yang terselamatkan pada setiap tahunnya dalam pencegahan dan penuntasan kasus korupsi. Sejumlah institusi pelaksana dan pendukung pemberantasan korupsi-pun terbentuk, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Presiden juga telah menerbitkan sejumlah instruksi dan arahan untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi (PPK), misalnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Melalui Inpres ini, Presiden mengaman-atkan berbagai langkah strategis, diantaranya berupa Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi Tahun 2004-2009. Dokumen yang dimaklumatkan sebagai acuan bagi para pihak di pemerintahan Pusat dan Daerah dalam memberantas korupsi ini menekankan pada upaya-upaya pencegahan dan penindakan monitoring (peman-tauan) dan evaluasi.
Di tingkat kebijakan pemerintah, berlangsung dinamika menarik. Pada satu sisi, terjadi pembentukan dan konsolidasi kelembagaan; sementara di sisi lain, masyarakat makin sadar dan kritis akan pentingnya pemberantasan korupsi. Hal ini bukan saja telah diakomodasi dalam RAN Pemberantasan Korupsi 2004-2009, sejumlah daerah bahkan sudah mengembangkan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi secara swakarsa. Pantaslah kiranya jika ada daerah yang memelopori inovasi kebijakan yang terbukti mampu mencegah praktik korupsi di birokrasi pemerintah.
Pemberantasan korupsi di Indonesia telah menarik perhatian dunia international. Indonesia, melalui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 2006, telah meratifikasi United Nations Convention against Corruption (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti korupsi, UNCAC) 2003. Pada tahun 2011, Indonesia menjadi salah satu Negara pertama yang dikaji oleh Negara Peserta lainnya di dalam skema UNCAC. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia diperbandingkan dengan klausul-klausul di dalam UNCAC melalui kajian analisis kesenjangan (gap analysis study). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa, sejumlah penyesuaian perlu segera dilakukan untuk memenuhi klausul-klausul di dalam UNCAC, terkhusus di bidang kriminalisasi dan peraturan perundang-undangan.

TUJUAN
Tujuan dari makalah ini adalah:
1.     Dapat mengetahui dan memahami terjadinya korupsi
2.     Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan korupsi
3.     Untuk mengetahui akibat yang akan terjadi apabila korupsi dibiarkan
4.     Dapat mengetahui dan memahami terjadinya fraud
5.     Untuk mengetahui bagaimana menangani fraud

PEMBAHASAN
PEMAHAMAN KORUPSI
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau  disuap (Nasir, 2006:281-282).
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi (Anwar, 2006: 10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam rangka menda-patkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged Dictionary) korupsi didefi-nisikan sebagai penyimpangan atau perusakan integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi (the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang melekat pada korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan, menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit, secret trans-action, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi, nepotisme, dan penyalah-gunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas negara.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah-pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuridi mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang di-anggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

KONDISI YANG MENDUKUNG MUNCULNYA KORUPSI
Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab lang-sung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
·       Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
·       Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
·       Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
·       Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
·       Lemahnya ketertiban hukum.
·       Lemahnya profesi hukum.
·       Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
·       Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuh-an hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecu-kupan banyak yang melakukan korupsi. Namun kurangnya gaji dan pendapatan pega-wai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa "di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu.
Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tam-bahan dan banyak di antaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". (Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
·     Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
·       Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumba-ngan kampanye".
Pada buku Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional (SPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 1999, telah diidentifikasikan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi di Indonesia terdiri atas 4 (empat) aspek, yaitu:
1.     Aspek perilaku individu, yaitu faktor-faktor internal yang mendorong seseorang melakukan korupsi seperti adanya sifat tamak, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta tidak diamalkannya ajaran-ajaran agama secara benar;
2.   Aspek organisasi, yaitu kurang adanya keteladanan dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, kele-mahan sistem pengendalian manajemen, manajemen cenderung menutupi perbuatan korupsi yang terjadi dalam organisasi;
4.     Aspek masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan masyarakat di mana individu dan organisasi tersebut berada, seperti nilai-nilai yang berlaku yang kondusif untuk terjadinya korupsi, kurangnya kesadaran bahwa yang paling dirugikan dari terjadinya praktik korupsi adalah masyarakat dan mereka sendiri terlibat dalam praktik korupsi, serta pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila masyarakat ikut berperan aktif. Selain itu adanya penyalah artian pengertian- pengertian dalam budaya bangsa Indonesia
4.  Aspek peraturan perundang-undangan, yaitu terbitnya peraturan perun-dang-undangan yang bersifat monopolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan atau kroni penguasa negara, kualitas peraturan perundang-unda-ngan yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.

DAMPAK NEGATIVE KORUPSI
DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di peme-rintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena peng-abaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkat-kan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyeli-dikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalih-kan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktik korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayan-an pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakang-an pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dariUniversitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi pada masa depan.
Apabila korupsi sudah masuk pada perekonomian negara mana mungkin bisa makmur masyaraktnya jikalau semua proses ekonomi dijalankan oleh oknum yang korup. Hasil dari dampak korupsi terhadp ekonomi yakni, Lambatnya Pertumbuhan ekonomi dan Investasi Turunya Produktifitas Rendahnya Kualitas Barang dan Jasa Menurun-nya Pendapatan Negara dari Sektor Pajak Meningkatnya Hutang Negara.

KESEJAHTERAAN UMUM NEGARA
Korupsi politis ada dibanyak Negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusaha-an-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
SOSIAL DAN KEMISKINAN RAKYAT      
Dampak korupsi terhadap sosial dan Kemiskinan Rakyat, korupsi akan menyebabkan:
1.     Mahalnya harga jasa dan pelayanan publik
2.     Lambatnya pengentasan kemiskinan rakyat
3.     Akses bagi masyarakat sangat terbatas
4.     Bertambahnya anka kriminalitas

RUNTUHNYA OTORITAS PEMERINTAH
Penyebab dari runtuhnya otoritas pemerintahan yakni:
1.     Matinya Etika Sosial Politik, para wakil rakyat sudah tidak dapat dipercaya sebagai pelindung rakyat, karna mereka hanya memikirkan anak buah mereka jika salah satu dari mereka melakukan tindak korupsi dengan kekuatan politiknya mereka akan melakukan berbagai cara untuk menyelamatkannya.
2.     Tidak Berlakunya Peraturan dan Perundaang-Undangan, peraturan perundang undangan tidak lagi berlaku karna, kebanyakan para pejabat tinggi, pemegang kekuasaan atau hakim sering kali dijumpai bahwa mereka mudah sekali terbawa oleh hawa nafsu mereka. dan juga sering kali semua permasalahan selalu diselesaikan dengan korupsi.  

POLITIK
Dampak korupsi terhadap politik dapat menghasilkan:
1.     Munculnya kepemimpinan yang korup
2.     Hilangnya kepercayaam publik pada demokrasi
3.     Menguatnya system politik yang dikuasai oleh pemilik modal
4.     Hancurnya kedaulatan rakyat.

PENEGAK HUKUM
Dampak korupsi terhadap penegak hukum dapat melemahkan suatu pemerintahan. Bahwasanya setiap pejabat atau pemegang kekusaan memiliki peran penting dalam memba-ngun suatu negara, apabila pejabat sudah melalaikan kewajibannya maka yang akan terjadi yakni:
1.     Fungsi pemerintahan tidak berjalan dengan baik
2.     Masyarakat akan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah
PERTAHANAN DAN KEAMANAN     
Dampak korupsi terhadap pertahanan dan keamanan mengakibatkan:
1.     Lemahnya alusistra (senjata) dan SDM
2.     Lemahnya garis batas negara
3.     Menguatnya kekerasan dalam masyarakat

LINGKUNGAN
Dampak korupsi terhadap lingkungan dapat menyebabkan:
1.     Menurunya kualitas lingkungan
2.     Menurunnya kualitas hidup

MODEL, BENTUK DAN JENIS KORUPSI
Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan Negara.
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang. 
  2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 
  3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. 
  4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional. 
  5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya. 
  6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara. 
  7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
  1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 
  2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
  3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
  4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
  1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan. 
  2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri. 
  3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana. 
  4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya. 
  5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras. 
  6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak. 
  7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu. 
  8. Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi. 
  9. Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul. 
  10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu. 
  11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah. 
  12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang. 
  13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan. 
  14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan. 
  15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya. 
  16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap. 
  17. Perkoncoan, menutupi kejahatan. 
  18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos. 
  19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabata
BENTUK-BENTUK PENYALAHGUNAAN
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan pemerintah seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan pe-nerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogok-an. Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Dua belas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional pada tahun 2001 adalah sebagai berikut: Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, Swiss, Israel.
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah: Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia, Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, Ukraina.
Namun, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)

Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip meny-angkut politisi. Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

Tuduhan Korupsi Sebagai Alat Politik
Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Tiongkok, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

MENGUKUR KORUPSI
Mengukur korupsi dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi InternasionalLSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

PENCEGAHAN KORUPSI
Prioritas pimpinan KPK yang baru adalah lebih banyak lagi melakukan tindakan pencegahan dibandingkan KPK periode yang lalu dapat dimengerti. Dalam Konevensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Korupsi (United Nations Concention Againts Corruption/UNCAC) yang sudah diratifikas dengan Undang-Undang No. 7/2006, jelas sekali diatur masalah pencegahan tindak pidana korupsi dari Pasal 5 sampai Pasal 14.
UNCAC mengupayakan pencegahan korupsi dengan memperbaiki transparansi dan meningkatkan intergritas birokrasi pemerintah. Untuk itu setiap Negara disarankan memiliki lembaga pemberantasan korupsi yang efektif, birokrasi yang transparan, peningkatan partisipasi masyarakat, dan memperbaiki lembaga pemerintah, termasuk peradilan dan sector swasta mengenai kode etik, pelaporan kasus korupsi, benturan kepentingan dan pengadaan barang dan jasa, dan pencegahan tindak pidana pencucian uang. Khusus untuk Indonesia, menurut laporan Gap Analysis yang dibuat oleh tim ahli yang berasal dari dalam dan luar negeri yang dibentuk KPK, terdapat empat masalah penting untuk dilakukan pencegahan korupsi, yaitu memperjelas tanggung jawab pencegahan korupsi, reformasi birokrasi terutama di sector penegakan hukum dan peradilan, perbaikan system pengadaan barang dan jasa, dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.
KPK dan lembaga lain seperti Komisi Ombudsman Nasional, Kementrian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemeneg PAN) memiliki tanggung jawab utama di bidang pencegahan korupsi ini. Mengenai reformasi birokrasi, kita sudah memulai-nya, misalnya Meneg PAN sudah mengoordinasikan penyusunan rancangan undang-undang tentang administrasi pemerintahan. Pengadaan varabf dan jasa juga diupaya-kan memperbaiki, antara lain dengan mengumumkan pengadaan barang dan jasa dan masing-masing instansi baik melalui aplikasi LPSE, dan SIRUP.
Untuk pencegahan pencucian uang, tim ahli ini juga menaruh perhatian pada Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang belum memiliki pegawai tetap dan banyak menggunakan pegawai dari instansi lain. Sehubungan dengan masalah kepegawaian ini, sudah pernah diusulkan agar kepala PPATK diberikan kewenangan sebagai Pembina pegawai negeri sipil dengan merevisi satu pasal pada Peraturan Pemerintah No. 9/2003 tentang Wewenang Pengangkatan Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Walaupun upaya ini sudah dilakukan bertahun-tahun dengan mengkomunikasikannya kepada Presiden, Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri-menteri dan Pejabat terkait, tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya berhasil. Dengan memper-banyak pencegahan, high cost economy dapat ditekan dan korban yang meluas di masyarakat dapat dikurangi.
Penindakan korupsi tetap dilanjutkan sebagai salah satu upaya untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku dan efek pencegahan bagi orang lain. Sejarah membuktikan pemberantasan korupsi yang dilakukan hanya dengan penindakan dan tidak disertai pencegahan berupaperbaikan system tidak akan pernah memberantas korupsi dengan baik. Korupsi akan terus tumbuh dan berulang kembali apabila upaya perbaikan system sebagai salah satu upaya pencegahan tidak dilakukan. Akhirnya, energy akan habis untuk melakukan pemberantasan korupsi ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini mengutamakan upaya-upaya pence-gahan korupsi melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan kampanye yang melibatkan berbagai pihak. Peringatan Hari Anti Korupsi Internasional di Istana Negara Jakarta, mengatakan upaya pencegahan dapat mengurangi potensi terjadi korupsi dan kerugian Negara dibandingkan bila korupsi itu sendiri telah terjadi.
“Mengingatkan kembali kejahatan korupsi sudah memasuki kehidupan bernegara, merusak ekonomi, merusak penegakan hukum dan akhirnya juga merusak struktur social”, pentingnya upaya pencegahan korupsi agar tidak terjadi korupsi. Pencegahan melalui pembenahan kelembagaan mutlak diperlukan, kita harus pikirkan langkah antisipasi.
KPK mengembangkan sebuah sistem yang disebut dengan system integrasi nasional (SIN). Sistem yang akan dikembangkan dan masuk dalam rencana kerja KPK 2011-2023 tersebut adalah sistem yang berlaku secara nasional dan melibatkan seluruh pilar bangsa. “Ini dimaksudkan seluruh pilar bangsa dapat mendorong adanya transparan-si”, Meskipun belum menjelaskan secara detail bagaimana sistem ini berjalan, dengan sistem ini maka tindak kejahatan korupsi dapat dicegah sejak awal dan melibatkan semua pihak.
Sejak 2004-2012 lembaga itu sudah menangani 332 kasus dengan pelaku yang bera-gam dari mulai anggota legislative baik di pusat maupun daerah, kepala lembaga, unsur kementrian, bupati, gubernur, walikota, duta besar, penegak hukum dan pengusaha.
Keuangan Negara yang berhasil diselamatkan dari sector hulu migas sejak 20019-2012 Rp 152 triliun sementara keuangan Negara dari sektor pengalihan hak negara di 25 kementrian sejak 2009-2011 yang berhasil diselamatkan sebanyak Rp 2 triliun.

STRATEGI DAN UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI
Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Dalam dua Inpres ini, Pemerintah mengim-plementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegahan pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindakan; Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.
Sebagai catatan, per 2010 CPI Indonesia tercatat 2,8. Sementara pada 2011 sudah naik menjadi 3,0. Di Negara ASEAN, CPI Indonesia lebih baik dari pada Vietnam (2,9), Filipina (2,6), Laos (2,2), Kamboja (2,1), dan Myanmar (1,5). Tapi CPI Indonesia masih dibawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Yang harus dicatat, Indonesia sudah mencatat kemajuan yang luar biasa dan meng-alami kenaikan tertinggi dalam periode 2004 hingga 2011. Pada 2004 CPI Indonesia 2,0. “Jadi dalam kurun waktu tujuh tahun ada kenaikan suatu full percentage point, ini kenaikan yang sangat signifikan.

PERAN SERTA PEMERINTAH DALAM MEMBERANTAS KORUPSI
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu men-jadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut:
1.     Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi
2.     Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujud-kan good governance
3.     Membangun kepercayaan masyarakat
4.     Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar
5.     Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi

UPAYA YANG DAPAT DITEMPUH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1.     Upaya pencegahan (preventif)
2.     Upaya penindakan (kuratif)
3.     Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa
4.     Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)

UPAYA PENCEGAHAN (PREVENTIF)
1.     Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan Negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
2.     Melalui penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis
3.     Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tanggung jawab yang tinggi
4.     Para Pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua
5.     Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi
6.     Sistem keuangan dikelola oleh para pejabatyang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem control yang efisien
7.     Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok
8.     Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintah melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

UPAYA PENINDAKAN (KURATIF)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK:
1.     Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004)
2.     Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3.     Dugaan korupsi dalam proyek program pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
4.     Dugaan Penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan Negara Rp 10 Milyar lebih (2004)
5.     Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT. Texmaco Group melalui BNI (2004)
6.     Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005)
7.     Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005)
8.     Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo
9.     Menetapka seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan Negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004)
10.  Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005)

UPAYA EDUKASI MASYARAKAT/MAHASISWA
1.   Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan control social terkait dengan kepentingan public
2.     Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh
3.   Melakukan control social pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional
4.   Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelengaraan pemerintahan Negara dan aspek-aspek hukumnya
5.  Mampu memposisikan diri sebagai subyek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

UPAYA EDUKASI LSM (LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT)
1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada public mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto yang bebas korupsi
2.   Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah laporan korupsi global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan Semarang dan Batam. Sedangkan TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam Negara terkorup di dunia. IPK Indonesia 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya, dan Uzbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, angola, Nigeria, Haiti dan Myanmar. Sedangkan Islandia adalah Negara terbebas dari korupsi.

FRAUD
Fraud adalah sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi tetapi me-rugikan orang lain, meskipun ia memiliki arti hukum yang lebih dalam, detail jelasnya bervariasi di berbagai wilayah hukum.
Tindakan yang dianggap fraud kriminal termasuk:
·      bait and switch
·      trik cofidensi seperti penipuan biaya muka, pengiklanan palsu
·      pencurian identitas
·      tagihan palsu
·      pemalsuan dokumen atau tanda tangan
·      pembuatan perushaan palsu

PEMAHAMAN FRAUD
Fraud adalah sebuah istilah di bidang IT yang artinya sebuah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara sengajadan sifatnya dapat merugiakan pihak lain. Istilah keseharian adalah kecurangan diberi nama yang ber-lainan seperti penipuan, pencurian, penyerobotan, pemerasaan, penjiplakan, pengge-lapan, dan lain-lain. Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi. Fraud atau kecurangan itu sendiri adalah tindakan yang melawan Hukum oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan korupsi.
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (kecurangan) diatas, maka tergambarkan bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurang-an (Keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak terjadi) adalah :
1.  Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation).
2.  Dari suatu masalah masa lampau (past) dan sekarang (present).
3.  Fakta bersifat material.
4.  Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make – knowingly or recklessly).

MENGENAL KECURANGAN (FRAUD)
Secara harafiah fraud didefInisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keun-tungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan men-cakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Berdasarkan defenisi dari The Institute of Internal Auditor (“IIA”), yang dimaksud dengan fraud adalah “An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Webster’s New World Dictionary mendefenisikan fraud sebagai suatu pembohongan atau penipuan (deception) yang dilakukan demi kepentingan pribadi, sementara International Standards of Auditing seksi 240 – The Auditor’s  Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud sebagai “…tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan, karyawan, atau pihak ketiga yang me-lakukan pembohongan atau penipuan untuk memperoleh keuntungan  yang tidak adil atau illegal”. Motifnya sama, yaitu sama-sama memperkacaya diri sendiri/golongan dan modus operandinya sama, yaitu dengan melakukan cara-cara yang illegal.
Kecurangan (fraud) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbul-kan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan ke-untungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekaan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesem-patan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Kecurangan bisa terjadi di dalam sebuah profesi, contohnya profesi akun-tansi. Seorang akuntan yang melakukan kecurangan dalam prosedur akuntansi akan mengakibatkan informasi akuntansi yang dihasilkan tidak akan berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Karena sebuah informasi akuntansi yang dihasilkan dari proses akuntansi dari suatu entiti sangatlah penting, dimana informasi ini menjadi pertimbangan terhadap pro-gram atau kebijakan entiti tersebut untuk mencapai tujuannya. Contohnya kecurang-an  dalam pelaporan keuangan, kesalahan pencatatan akuntansi dapat menyebabkan salah saji material pada pelaporan keuangan.
Salah saji material pada pelaporan keuangan mengacu pada pengertian bahwa ke-putusan pengguna laporan keuangan akan terpengaruh/terkecoh oleh ketidak akuratan  informasi yang terjadi karena salah saji tersebut. Secara umum salah saji material dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Contoh salah saji yang kategori pertama adalah kesalahan pengelompokan rekening di pelaporan keuangan. Semisal pinjaman dari bank yang berumur kurang dari 1 tahun (current) dilaporkan di rekening pinjaman jangka panjang (non-current). Efek dari kesalahan ini bisa berakibat pada tidak akuratnya perhitungan rasio lancar (current ratio) dan perbandingan hutang pada modal (debt to equity ratio).
Selain itu kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukung-nya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan, representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.

FAKTOR PEMICU FRAUD
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu :
1.     Greed (keserakahan)
2.     Opportunity (kesempatan)
3.     Need (kebutuhan)
4.     Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic/umum).

FAKTOR INDIVIDU
1.   Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
2.   Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.

FAKTOR GENERIC
1.     Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organ-isasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
2.     Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulang-nya kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila perbuatannya terungkap.

GEJALA ADANYA FRAUD
Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :

1.   Gejala kecurangan pada manajemen.
a)     Ketidakcocokan diantara manajemen puncak.
b)    Moral dan motivasi karyawan rendah.
c)     Departemen akuntansi kekurangan staf.
d)    Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas.
e)     Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
f)     Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat.
g)    Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.
h)    Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.
i)      Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.

2.   Gejala kecurangan pada karyawan/pegawai
a.       Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan
tanpa perincian/penjelasan pendukung.
b.       Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.
c.       Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar.
d.       Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayar-an.
e.       Kekurangan barang yang diterima.
f.        Kemahalan harga barang yang dibeli.
g.       Faktur ganda.
h.       Penggantian mutu barani

PELAKU FRAUD
Pelaku kecurangan diatas dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok, yaitu manajemen/karyawan pegawai. Pihak manajemen biasanya melakukan kecurangan untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pe-laporan Keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting). Sedangkan pegawai/karyawan melakukan kecurangan bertujuan untuk keuntungan individu, misalnya salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Ada beberapa perilaku pelaku fraud yang harus menjadi perhatian karena dapat merupakan indikasi adanya kecurangan yang dilakukan orang tersebut, yaitu:
a)     Perubahan perilaku secara signifikan, seperti: easy going, tidak seperti biasanya, gaya hidup mewah, mobil atau pakaian mahal.
b)    Gaya hidup di atas rata-rata.
c)     Sedang mengalami trauma emosional di rumah atau tempat kerja.
d)    Penjudi berat.
e)     Peminum berat.
f)     Sedang dililit utang.

KLASIFIKASI FRAUD
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan di AS memiliki tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-Hal yang ditim-bulkan oleh Kecurangan yang sama (Uniform Occuptional Fraud Classification System) membagi Fraud menjadi 3 jenis sebagai berikut :
1.   Penyimpangan atas asset (Asset Missappropriation)
2.   Penyalahgunaan, pencurian asset atau harta perusahaan atau pihak lain, jenis ini paling mudah untuk dideteksi karena sifatnya tangiable atau dapat diukur/ dihitung (defined value).
3.   Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)
4.   Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi Keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa Keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
5.   Korupsi (Corruption)
6.   Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini yang merupakan jenis yang terbanyak di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepenting-an (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/ illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

FAKTOR-FAKTOR KECURANGAN AKUNTANSI
1.         Tekanan (Unshareable pressure/incentive). Merupakan motivasi seseorang untuk melakukan fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan apa pula karena dorongan keserakahan. Menurut SAS no. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
2.    Adanya kesempatan/peluang (Perceived Opportunity), yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi karena adanya internal control perusahaan yang lemah kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3.         Rasionalisasi (Rationalization). Merupakan elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan tersebut. Rasionalisasi diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang illegal untuk tetap mempertahan-kan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya, tetapi setelah kejahatan dila-kukan, rasionalisasi ini ditinggalkan karena sudah tidak dibutuhkan lagi. Rasionalisai atau sikap (attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri dan alasan bahwa tindakan-nya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya.

TEKNIK UNTUK MENDETEKSI KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
1.    Management and Directors, manajemen hampir selalu terlibat ketika kecura-ngan terhadap laporan keuangan yang terjadi. Seperti penggelapan dan pe-nyimpangan, kecurangan laporan keuangan biasanya dilakukan oleh individu tertinggi dalam organisasi, dan paling sering atas nama organisasi. Karena manajemen biasanya terlibat, manajemen dan direksi harus diselidiki untuk menentukan paparan dan motivasi mereka saat melakukan penipuan. Dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan, diperoleh pemahaman manajemen dan apa yang memotivasi mereka adalah setidaknya sama pentingnya dengan memahami laporan keuangan.
2.     Relationship with Others Financial statement, fraud sering dilakukan dengan membantu organisasi nyata atau fiktif lainnya. Hubungan yang harus dideteksi adalah sebagai berikut: hubungan dengan lembaga keuangan, hubungan dengan pihak organisasi dan individu, hubungan dengan auditor eksternal, hubungan dengan pengacara, hubungan dengan investor, hubungan dengan lembaga peraturan (regulator).
3.    Organization and Industry Financial statement, fraud seringkali tidak terde-teksi dengan menciptakan struktur organisasi yang memudahkan untuk me-nyembunyikan fraud. Atribut organisasi yang menyarankan eksposur potensi penipuan mencakup hal-hal seperti terlalu kompleks struktur organisasi, orga-nisasi tanpa sebuah departemen audit internal. Peneliti harus memahami siapa pemilik dari sebuah organisasi. 
4.    Financial Result and Operating Characteristics, banyak yang dapat dipelajari tentang kecurangan laporan keuangan yang dengan erat memeriksa pengelola-an dan dewan direksi, hubungan dengan orang lain, dan sifat organisasi. Melihat ketiga elemen biasanya melibatkan prosedur-prosedur yang sama untuk semua jenis penipuan laporan keuangan, apakah rekening tersebut dima-nipulasi. Diantaranya adalah rekening pendapatan, rekening aset, kewajiban, pengeluaran, atau ekuitas. Jenis eksposur diidentifikasi oleh laporan keuangan dan karakteristik operasi dari organisasi. Dalam memeriksa keuangan pernya-taan untuk menilai eksposur kecurangan, pendekatan terhadap laporan keuang-an non-tradisional harus dilakukan. Gejala kecurangan yang paling sering ter-deteksi adalah melalui perubahan dalam laporan keuangan.
5.    Internal Auditor, Institute of Internal Auditing (IIA) mendefinisikan internal auditing sebagai aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi yang indepen-den dan obyektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi. Definisi lain mengatakan internal auditing sebagai suatu penilaian yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih terhadap ketelitian dan efisiensi catatan-catatan (akuntansi) perusahaan serta pengen-dalian internal yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah membantu manajemen dalam pelaksanaan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit.
6.  External Auditor, Tidak hanya internal auditor yang diperlukan dalam mendeteksi kecurangan terhadap suatu perusahaan. External auditor juga sangat diperlukan, yang bertujuan dapat menganalisa jika internal auditor mengalami kesulitan untuk mnedeteksi kecurangan.

UPAYA PENCEGAHAN FRAUD
Fraud bisa dicegah dengan beberapa upaya berikut:
a.      Good Corporate Governance (GCG) dilakukan oleh manajemen dengan merancang tata kelola perusahaan yang baik, GCG dirancang dalam rangka mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraudGood Corporate governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian wewenang.
b.      Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
c.  Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
d.      Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil terhadap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangan dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, banding-kan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu:
1.     Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract.
2.      Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terinte-grasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recog-nition.
3.   Membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self assessment, internal auditor dan eksternal auditor.

PENUTUP
KESIMPULAN
1.    Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut, dengan menyalah gunakan jabatan dimana mereka ditempatkan. Dengan melihat beberapa definisi, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit adalah menyalah gunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
2.    Pemerintah serius menangani korupsi secara konkret. Salah satu implementasinya adalah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011. Dalam dua Inpres ini, Pemerintah mengimplementasikan enam strategi sesuai rekomendasi United Nations Conven-tion Against Corruption (UNCAC). Keenam strategi itu adalah: Pencegah-an pada Lembaga Penegak Hukum; Pencegahan pada Lembaga Lainnya; Penindak-an; Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan; Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; Kerjasama Internasional; dan Pelaporan. Targetnya, pada 2014 Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia dapat mencapai angka 5,0.
3.    Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui kecurangan (fraud) ialah sebuah istilah umum, dan mencakup semua sarana dengan berbagai kecerdikan yang dapat dirancang oleh manusia, yang terpaksa dilakukan oleh satu individu, untuk mendapatkan keuntungan lebih dari pihak lain oleh pernyataan palsu. Tidak ada aturan yang pasti dan tidak berubah-ubah yang dapat diletakkan sebagai proporsi umum dalam mendefinisikan penipuan, karena termasuk kejutan, tipuan, licik dan cara-cara yang tidak adil dimana pihak lain ditipu.
4.  Hal tersebut dapat dipicu oleh beberapa faktor didalamnya diantaranya tekanan, adanya kesempatan, dan rasionalisasi. Faktor-faktor ini lah yang menjadikan kecurangan dapat merajalela di segala aspek, tidak menutup kemungkinan di dalam bidang akuntansi. Oleh karena itu sudah selayaknya tindakan kecurangan harus dicegah oleh siapapun juga. Adapun teknik-teknik untuk mendeteksi sebuah kecurangan, hal tersebut dapat membantu pihak-pihak yang mengatasi kecurangan.

SARAN
Agar korupsi dan fraud bisa ditahan laju perkembangannya maka perlu dilakukan beberapa upaya pencegahan:
1.      Prasyarat keberhasilan dalam pencegahan dan penanggulangan korupsi adalah adanya komitmen dari seluruh komponen bangsa, meliputi komitmen seluruh rakyat secara kongkrit, Lembaga Tertinggi Negara, serta Lembaga Tinggi Negara.
2.    Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara intensif dan terus menerus.
3.  Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract.
4.     Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition.
5.    Membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self assessment, internal auditor dan eksternal auditor.


DAFTAR PUSTAKA

Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model
Artiningrum, Kurniasih; Nugroho, 2012, Etika Perilaku Profesional Sarjana, Graha Ilmu, Yogayakarta
Srijanti, Purwanto, Artiningrum, 2007, Etika Membangun Sikap Profesionalisme Sarjana, Graha Ilmu, Yogyakarta
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi (2011), Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta