Selasa, 16 Mei 2017

ARTI FUNGSI MANAJEMEN RESIKO DAN IMPLEMENTASINYA TERKAIT GOOD CORPORATE GOVERNANCE

ARTI FUNGSI MANAJEMEN RESIKO DAN IMPLEMENTASINYA TERKAIT GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Urgensi penerapan manajemen risiko (risk management) korporat saat ini sudah merupakan tuntutan perusahaan untuk mengendalikan risiko dan memenuhi tuntutan regulator terkait dengan penerapan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance (GCG)). Pengelolaan manajemen risiko korporat merupakan salah satu pilar penting penerapan GCG yang dapat memberikan peluang besar agar perusahaan dapat didorong untuk memenuhi seluruh aspek ketentuan dan peraturan internal maupun eksternal (comply) dengan memperhatikan risiko yang terindentifikasi dengan baik dari seluruh aspek bisnis dan pendukungnya.
Setiap perusahaan menghadapi ketidakpastian dan risiko yang menjadi kendala bagi mereka dalam usaha mencapai visi dan misi mereka. Pemimpin perusahaan, yaitu Direksi pada one-tier board system, atau Direksi dan Dewan Komisaris pada two-tier board system, memiliki tanggung jawab dalam mejamin penerapan manajemen risiko yang efektif pada perusahaan.
ISO 31000:2009 mensyaratkan bahwa penerapan manajemen risiko yang efektif harus patuh pada 11 prinsip.
1.      Pengelolaan risiko menciptakan dan melindungi nilai yang dinyatakan dalam obyektif organisasi
2.      Pengelolaan risiko merupakan bagian yang terintegrasi dengan keseluruhan proses dalam organisasi dan menjadi bagian dari tanggung jawab manajemen
3.      Pengelolaan risiko merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan melalui peranannya dalam memberikan opsi kepada pengambil keputusan
4.      Pengelolaan risiko secara eksplisit seharusnya memperhitungkan ketidakpastian dan secara sadar harus berusaha mengurangi ketidakpastian dalam setiap aktivitasnya dalam memastikan pencapaian obyektif organisasi
5.      Pengelolaan risiko seharusnya dibangun melalui pendekatan yang sistematis, terstruktur, dan tepat waktu agar dapat berkontribusi secara efisien dan secara konsisten menghasilkan keluaran yang dapat diperbandingkan dan diandalkan
6.      Pengelolaan risiko membutuhkan ketersediaan informasi yang memadai seperti data historis, pengalaman perusahaan, umpan balik dari pemangku kepentingan, observasi, dan penilaian ahli sehingga para pengambil keputusan dapat meyakini bahwa keputusannya telah memperhitungan semua informasi yang tersedia pada waktu keputusan tersebut dibuat
7.      Pengelolaan risiko membutuhkan kustomisasi sesuai dengan konteks -baik internal maupun eksternal- dan profil risiko inheren organisasi tersebut
8.      Pengelolaan risiko seharusnya memperhitungkan faktor manusia dan budaya yang merupakan bentuk kapabilitas dari suatu organisasi dalam mencapai obyektifnya
9.      Pengelolaan risiko seharusnya transparan dan inklusif melibatkan semua pemangku kepentingan dalam menentukan kriteria risiko
10.   Pengelolaan risiko seharusnya dinamis, berulang, dan respons terhadap perubahan kejadian baik internal maupun eksternal
11.   Pengelolaan risiko seharusnya dapat memfasilitasi pengembangan berkelanjutan dari sebuah organisasi  diukur dari tingkat maturitasnya.

Definisi Manajemen Resiko
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan.
Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi). 

Definisi manajemen resiko dapat dijelaskan juga seperti berikut :
a.     Konsekuensi
Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian.  
b.     Biaya
Dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak langsung, meliputi berbagai dampak negatif, termasuk uang, waktu, tenaga kerja, gangguan, nama baik, politik dan kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas.
c.     Kejadian
Suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi pada tempat tertentu selama interval waktu tertentu.
d.     Analisis Urutan Kejadian
Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.
e.     Analisis Urutan Kesalahan
Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak).
f.      Frekuensi
Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti kemungkinan dan peluang.
g.     Bahaya (hazard)
Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian.
h.     Monitoring/ Pemantauan
Pengecekan, Pengawasan, Pengamatan secara kritis, atau Pencatatan kemajuan dari suatu kegiatan, tindakan, atau sistem untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi.
i.      Probabilitas
Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi.
Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik, diukur dengan rasio dari kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau  hasil. Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1, denga menandakan kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil yang pasti.
j.      Risiko Ikutan
Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan.
k.     Risiko
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.
l.      Penerimaan Risiko (acceptable risk)
Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko tertentu.
m.   Analisis risiko
Sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut.
n.     Penilaian risiko
Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan.  
o.     Penghindaran risiko
Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam situasi risiko.
p.     Pengendalian risiko
Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang kurang baik.
q.     Evaluasi risiko
Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan, target tingkat risiko dan kriteria lainnya.
r.      Identifikasi Risiko
Proses menentukan apa yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana.
s.      Pengurangan Risiko
Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara selektif, dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya, atau keduanya 
t.      Pemindahan Risiko (risk transfer)
Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/ kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat lain.

(Pra)syarat Manajemen Resiko
Tujuan
Tujuan dari bagian ini adalah untuk menggambarkan proses formal (harus dilakukan) untuk menjalankan sebuah program manajemen risiko yang sistematik.
Perkembangan dari kebijakan manajemen risiko sebuah organisasi dan mekanisme pendukungnya diperlukan untuk memberikan pola kerja dalam menjalankan program manajemen risiko yang rinci dalam sebuah proyek atau tingkat sub-organisasi.

Kebijakan Manajemen Risiko
Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan dan membuktikan kebenaran dari kebijakan manajemen risikonya, termasuk tujuannya untuk apa, dan komitmennya. Kebijakan manjemen risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan organisasi, objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis (organisasi) tersebut. Manejemen akan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat dimengerti, dapat diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi.

Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil
a.       Komitmen Manajemen.
b.       Organisasi harus dapat memastikan bahwa:
c.       Sistem manejemen risiko telah dapat dilaksanakan, dan telah sesuai dengan standar
d.    Hasil/ performa dari sistem manajemen risiko dilaporkan ke manajemen organisasi, agar dapat digunakan dalam meninjau (review) dan sebagai dasar (acuan) dalam pengambilan keputusan.
e.       Tanggung jawab dan kewenangan
f.       Tanggung jawab, kekuasaan dan hubungan antar anggota yang dapat menunjukkan dan membedakan fungsi kerja didalam manajemen risiko harus terdokumentasikan khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:
g.       Tindakan pencegahan atau pengurangan efek dari risiko.
h.      Pengendalian yang akan dilakukan agar faktor risiko tetap pada batas yang masih dapat diterima.
i.        Pencatatan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan manajemen risiko.
j.        Rekomendasi solusi sesuai cara yang telah ditentukan.
k.      Memeriksa validitas implementasi solusi yang ada.
l.        Komunikasi dan konsultasi secara internal dan eksternal.
m.     Sumber
Organisasi harus dapat mengidentifikasikan persyaratan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualifikasi SDM perluuntuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang relevan dengan pekerjaannya seperti pelatihan manajerial, dan lain sebagainya.

Implementasi Program
Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem manajemen risiko dapat berjalan secara efektif pada sebuah organisasi. Contoh implementasi dapat dilihat pada lampiran B. Langkah-langkah yang akan dilakukan tergantung pada filosofi, budaya dan struktur dari organisasi tersebut.

Tinjauan Manajemen
Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik, harus dapat memastikan kesesuaian kegiatan manajemen risiko yang sedang dilakukan dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-tahap berikutnya.
Manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko adalah proses yang berjalan terus menerus.

Elemen Utama
Elemen utama dari proses manajemen risiko, seperti yang terlihat pada meliputi:
a.      Penetapan tujuan
Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
b.      Identifkasi risiko
Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
c.       Analisis risiko
Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi).
d.      Evaluasi risiko
Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian. 
e.      Pengendalian risiko
Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan lain-lain.
f.       Monitor dan Review
Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
g.      Komunikasi dan konsultasi
Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.
h.      Manajemen risiko
Dapat diterapkan di setiap level di organisasi. Manajemen risiko dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek yang spesifik, untuk membantu proses pengambilan keputusan ataupun untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.
 
Proses Manajemen resiko
Menetapkan Konteks
1.      Umum
Pada dasarnya urutan kegiatan dalam proses manajemen risiko ini menggambarkan beberapa konsep dasar sebagai berikut:
a.       Urutan tahapan manajemen risiko menggambarkan siklus ‘problem solving’.
b.       Manajemen risiko bersifat preventif.
c.       Manajemen risiko sejalan dengan konsep ‘continuous improvement’.
d.       Manajemen risiko fokus pada ruang lingkup masalah yang akan dikelola.

2.       Konteks Strategis

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah: mendefinisikan hubungan antara organisasi dan lingkungan sekitarnya, mengidentifikasi kelebihan, kekurangan, kesempatan dan rintangan. Konteksnya meliputi bidang keuangan, bidang operasional, pesaing, bidang politik (persepsi umum), sosial, klien, budaya dan bidang legal dari fungsi organisasi.
Mengidentifikasi faktor pendukung internal dan eksternal dan mempertimbangkan tujuan, menjadikannya dalam bentuk persepsi dan menerbitkan peraturan. Intinya tahapan ini melakukan eksplorasi terhadap semua faktor yang dapat mendukung dan menghambat jalannya kegiatan manajemen risiko selanjutnya.
Tahap ini berfokus pada lingkungan dimana organisasi itu berada. Sebuah organisasi seharusnya mencoba menetapkan elemen-elemen penting yang mungkin mendukung atau menghambat kemampuan untuk mengelola risiko yang dihadapi, analisa strategis harus dibuat. Hal ini seharusnya didukung pada level eksekutif, membuat parameter dasar dan memberikan bimbingan lebih rinci bagi proses manajemen risiko. Dimana seharusnya ada hubungan yang erat antara misi organisasi atau tujuan organisasi atau tujuan strategis dengan pengelolaan dari seluruh risiko yang akan dilakukan

3.      Konteks Organisasi
Sebelum studi manajemen risiko dilakukan, merupakan hal penting untuk memahami kondisi organisasi dan kemampuannya, seperti halnya pemahaman terhadap tujuan, sasaran dan strategi yang dibuat untuk manajemen risiko.
Merupakan hal penting memahami alasan-alasan berikut:
a.     Manajemen risiko menempati konteks sebagai tujuan tahap dekat untuk mencapai tujuan organisasi dan strategi organisasi, karena hasil manajemen risiko barulah tahap awal untuk terciptanya ‘continuous improvement’.
b.     Kegagalan pencapaian sebuah objektif dari organisasi bisa dilihat sebagai salah satu risiko yang harus dikelola.
c.     Jelasnya kebijakan dan pengertian tujuan organisasi akan sangat membantu dalam menentukan kriteria penilaian terhadap risiko yang ada, apakah dapat diterima/ tidak, demikian juga dengan penentuan pilihan-pilihan pengendaliannya.

4.      Konteks Manajemen Risiko
Tujuan, strategi, ruang lingkup dan parameter dari aktifitas, atau bagian dari organisasi dimana proses manajemen risiko harus dilaksanakan, dan ditetapkan. Proses itu sebenarnya dilakukan dengan pemikiran dan pertimbangan yang matang untuk memenuhi keseimbangan biaya, keuntungan dan kesempatan. Prasyarat sumber risiko dan pencatatannya dibuat secara spesifik.
Isi dan ruang lingkup dari aplikasi proses manajemen risiko, meliputi :
a.     Identifikasi tujuan dari proyek yang akan dilakukan (sejalan dengan manajemen perusahaan).
b.     Penentuan waktu dan tempat pelaksanaan proyek.
c.     Identifikasi studi yang diperlukan lengkap dengan ruang lingkupnya, prasyarat, dan objektifitasnya.
d.   Menentukan cakupan dan ruang lingkup dari aktifitas manajemen risiko. Kegiatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
·       Penentuan wilayah tanggung jawab setiap unit (siapa yang berwenang).
·     Hubungan antara proyek yang satu dengan yang lainnya dalam organisasi tersebut (koordinasinya).

5. Pengembangan Kriteria Dalam Melakukan Evaluasi Risiko
Tentukan kriteria yang diduga akan menghambat evaluasi risiko yang akan dilakukan. Hal tersebut ditentukan oleh kesesuaian dan perlakuan risiko yang didasari kegiatan operasional, teknis, dana, hukum, sosial, kemanusiaan atau kriteria lainnya. Biasanya hal tersebut tergantung dari kebijakan internal, tujuan, objektifitas, dan kebijakan organisasi perusahaan.
Kriteria dipengaruhi oleh persepsi internal dan eksternal, serta ketentuan hukum. Sangat penting untuk menyesuaikan kriteria tersebut dengan lingkungan yang ada. Kriteria risiko harus dibuat sesuai dengan jenis risiko yang ada dan level risikonya.

Definisi Good Corporate Governance
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar
dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good
corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Konsep good corporate governance baru popular di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD
(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.

Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
a.     Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
b.     Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggung-jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
c.     Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
d.     Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
e.     Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak – hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan
yang berlaku.

Tahap – Tahap Penerapan Good Corporate Governance
Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar
dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).

Tahap Persiapan
Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk memba-ngun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam Penerapan-nya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memasti-kan titik awal level penerapan GCG dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek – aspek apa yang perlu mendapatkan perhatian terlebih
dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.
GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat
disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
• Kebijakan GCG perusahaan
• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
• Pedoman perilaku
Audit commitee charter
• Kebijakan disclosure dan transparansi
• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
Roadmap implementasi

Tahap Implementasi
Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
a.     Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
b.   mplementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
c.     Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upayaupaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi benarbenar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit implementasi dan scoring atas
praktik GCG yang ada. Terdapat banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di Indonesia ada beberapa perusahaan
yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi
serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

Implementasi
Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko.
Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.

Fungsi dan Peran Komite Pemantau Risiko
Di Indonesia, keberadaan Komite Pemantau Risiko hanya diwajibkan pada industri perbankan karena tingginya risiko yang melekat pada aktivitas bisnis perbankan. Industri perbankan juga memiliki keunikan tersendiri, ditunjukkan dari tingginya rasio hutang terhadap modal pada industri tersebut (dapat mencapai 9:1).  Selain itu, aktivitas industri perbankan juga memiliki pengaruh yang besar pada masyarakat, karena sebagian besar dana yang dihimpun dan disalurkan oleh bank adalah dari dan untuk masyarakat. Oleh sebab itu, Komite Pemantau Risiko dibutuhkan untuk mendukung manajemen risiko dan stabilitas perbankan.
Merujuk pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance pada Bank Umum, dapat disimpulkan bahwa Komite Pemantau Risiko adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam usaha mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris terkait penerapan dan pengawasan manajemen risiko pada perusahaan. Pada beberapa jenis usaha di Indonesia, seperti perbankan dan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia (LPEI), keberadaan Komite Pemantau Risiko dalam struktur organisasi telah diwajibkan berdasarkan beragam peraturan yang ditetapkan pihak regulator terkait. Peraturan tersebut ditetapkan demi mendukung peningkatan efektivitas penerapan Good Corporate Governance (GCG) perusahaan
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia yang tertera di paragraf sebelumnya, Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Pemantau Risiko dalam usaha pencapaian tata kelola perusahaan yang baik. Komite Pemantau Risiko pada bank umum di Indonesia bertugas untuk:
a.     Mengevaluasi kesesuaian kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaannya; dan
b.     Melakukan pengawasan dan evaluasi pada pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko. 
Pada peraturan tersebut dijelaskan juga bahwa Komite Pemantau Risiko wajib untuk diketuai oleh Komisaris Independen dan paling kurang 51% dari keanggotaannya terdiri dari pihak independen. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2009 tentang Prinsip Tata Kelola Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) juga menegaskan kewajiban pembentukan Komite Pemantau Risiko pada LPEI. Tugas Komite Pemantau Risiko di LPEI menyerupai tugas Komite Pemantau Risiko pada perbankan, namun pada LPEI, Komite Pemantau Risiko bertanggung jawab pada Direksi, bukan Dewan Komisaris.
Sesuai dengan landasan hukum di atas, berbagai bank umum di Indonesia telah membuat piagam Komite Pemantau Risiko dalam rangka memperjelas peran, kewenangan, dan tanggung jawab Komite Pemantau Risiko. Salah satu bank terbesar di Indonesia, PT Bank CIMB Niaga Tbk., telah mempublikasikan piagam Komite Pemantau Risiko. Piagam tersebut secara jelas menyatakan tujuan dari pembentukan Komite Pemantau Risiko di perusahaan tersebut, yakni “untuk membantu Dewan Komisaris dalam memastikan terlaksananya pengawasan dan pemberian nasehat kepada Direksi serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan internal Bank yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
a.     Terlaksananya fungsi pengawasan manajemen risiko yang kuat;
b.   Terbangunnya budaya manajemen risiko sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya frauds dan praktik-praktik perbankan yang tidak sehat;
c.  Teridentifikasinya hal-hal berkaitan dengan manajemen risiko yang memerlukan perhatian Dewan Komisioner.”
Dijelaskan pula pada piagam Komite Pemantau Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk. bahwa Komite Pemantau Risiko memiliki tugas dan tanggung jawab untuk “memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisioner, termasuk namun tidak terbatas pada hal-hal berikut:
a.     Melakukan review kebijakan manajemen risiko Bank yang diwajibkan;
b.  Melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan;
c.     Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko;
d.  Melakukan evaluasi laporan pertanggungjawaban Direksi yang antara lain terdiri dari laporan regulatory kepada Otoritas Pengawas Bank, laporan internal, dan laporan-laporan lain;
e.     Menyampaikan rekomendasi kepada Dekom atas kebijakan yang telah diambil oleh Direksi berkaitan dengan manajemen risiko;
f.    Melakukan evaluasi kepatuhan Bank terhadap ketentuan Anggaran Dasar, peraturan Otoritas Pengawas Bank dan Pasar Modal, serta peraturan perundangan lainnya yang terkait dengan manajemen risiko;
g.   Memberikan rekomendasi kepada Dekom tentang penetapan limit yang memerlukan persetujuan Dekom sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Anggaran Dasar, dan yang ditetapkan oleh Otoritas Pengawas Bank dan Pasar Modal;
h.     Melakukan penilaian atas situasi yang diperkirakan dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, agar Dekom dapat melaporkan kepada Otoritas Pengawas Bank dan Pasar Modal dalam kurun waktu yang ditetapkan;
i.      Melakukan evaluasi atas rekomendasi Direksi atas usulan pembagian dividen interim;
j.      Menyusun pedoman dan tata tertib kerja Komite (Piagam), dan melakukan review sesuai kebutuhan minimal 3 tahun sekali;
k.     Melaksanakan tugas dan tanggung jawab lain yang diberikan oleh Dekom dari waktu ke waktu.”
Keberadaan Komite Pemantau Risiko di industri perbankan Indonesia cukup berhasil dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko perbankan. Hal tersebut ditunjukkan dari menurunnya tingkat non-performing loans pada penyaluran kredit perbankan dari tahun 2007-2012. Tingkat efisiensi perbankan juga meningkat ditunjukkan dari indikator beban operasional pendapatan operasional  (BOPO) yang menurun dari tahun 2007-2012. Perkembangan ini menunjukkan keberhasilan dari Komite Pemantau Risiko dalam meningkatkan penerapan enterprise risk management (ERM) yang lebih efektif dan efisien. Di sisi lain, pembentukan komite ini masih jarang dilakukan oleh perusaha-an-perusahaan non-bank di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, kesadaran akan kebutuhan pengelolaan risiko yang lebih baik meningkat dalam rangka meningkatkan praktik GCG pada perusahaan. Praktik GCG dibutuhkan perusahaan untuk mencapai keseimbangan kekuatan wewenang yang dibutuhkan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawabannya kepada stakeholders. Kebutuhan akan keberadaan Komite Pemantauan Risiko pun berkembang hingga industri-industri pada sektor non-bank. Hal ini ditunjukkan dengan kemunculan berbagai peraturan mengenai Komite Pemantau Risiko pada perusahaan-perusahaan non-bank.
Dalam rangka meningkatkan GCG pada perusahaan di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) mengeluarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Pedoman yang diterbitkan pada tahun 2006 tersebut menyebutkan bahwa Dewan Komisaris perlu untuk membentuk komite-komite penunjang, salah satunya adalah Komite Kebijakan Risiko. Pedoman tersebut menjelaskan bahwa Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta memberikan masukan dan rekomendasi mengenai risk tolerance yang dapat diambil oleh perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Komite Pemantau Risiko dibutuhkan dalam upaya memastikan terlaksananya GCG pada perusahaan.
Sejalan dengan pedoman yang diluncurkan oleh KNKG, Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-10/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN mewajibkan BUMN di Indonesia untuk memiliki Komite Pemantau Risiko pada struktur organisasinya. Pada peraturan tersebut ditegaskan kembali bahwa Komite Pemantau Risiko bertanggung jawab langsung kepada Dewan KomisarisDewan Pengawas. Komite Pemantau Risiko pada BUMN bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan evaluasi pada penerapan strategi, metode, kebijakan dan system manajemen risiko BUMN dalam usaha meningkatkan efektivitas kegiatan ERM. Komite Pemantau Risiko juga harus memantau risiko potensial yang dihadapi BUMN. Hal ini menunjukkan bahwa Komite Pemantau Risiko akan berperan penting dalam penerapan ERM.

Kesimpulan
1.     Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya.
2.     Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima
3.     Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko adalah proses yang berjalan terus menerus.
4.     Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement).
5.  Keberadaan Komite Pemantau Risiko di industri perbankan Indonesia cukup berhasil dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko perbankan.
6.     Seiring berjalannya waktu, kesadaran akan kebutuhan pengelolaan risiko yang lebih baik meningkat dalam rangka meningkatkan praktik GCG pada perusahaan. Praktik GCG dibutuhkan perusahaan untuk mencapai keseimbangan kekuatan wewenang yang dibutuhkan perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawabannya kepada stakeholders.

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA, Modul Perkuliahan Business Ethics & GG, Universitas Mercubuana, 2017
 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006. Diunduh dari  http://www.bpkp.go.id/public/upload/ unit/maluku/files/pbi8406%20GCG.pdf
Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor Per-10/MBU/2012. Diunduh dari http://www.bumn.go.id/wp-content/uploads/2012/07/PER-10-MBU-2012.pdf
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.010/2009. Diunduh dari http://www.bapepam.go.id/ p3/regulasi_p3/kepmen_p3/PMK_no_141_tahun_2009.pdf
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia oleh Komite Nasional Kebijakan Governance. Diunduh dari  http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/info_pm/Pedoman %20GCG%20Indonesia%202006.pdf