IMPLEMENTASI PHILOSOPICAL ETHICS AND
BUSINESS DI INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN BUSINESS ETHIC DAN GOOD GOVERNANCE
Penggunaan
istilah filsafat (philosphy), etika (ethic),
Etika Bisnis (Business Ethic)
dan tata kelola yang baik (good
governance) dan penerapannya di Indonesia telah banyak dibahas dan banyak
dibicarakan bahkan ketiga istilah itu seringkali digunakan secara tumpang
tindih. Suatu konsep moral bisa dianggap sebagai filsafat atau etika, ketika
kita bicara Etika Bisnis ini ada dua kata etika dan bisnis. Serupa
dengan pemahaman filsafat yang secara etimologis melan- daskan gagasannya pada filos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan),
begitu pula dengan etika sebagai bagian dari filsafat itu sendiri secara
umum etika dapat dijelaskan sebagai seperangakat kesepakatan untuk mengatur
hubungan antar orang per orang (etika individu) atau orang per orang dengan
masyarakat (etika bermasyarakat), atau masyarakat dengan masyarakat lain (etika
bernegara). Etika yang kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis, maka lahirlah
kebijakan yang berupa: Undang-undang, hukum, peraturan, kode etik, dsb. Ada
juga yang bersifat tak tertulis, bentuk tak tertulis tersebut berupa
kesepakatan umum dalam masyarakat atau kelompok masyarakat, seperti etiket,
sopan santun, dsb.
Hal
yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Pelaku bisnis harus memperhitungkan
berbagai akibat yang dapat ditimbulkan oleh keputusan maupun tindakan
perusahaan terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders). Dan didunia bisnis terdapat pula aturan yang mengatur
antar pelaku hisnis. Perangkat aturan itu berupa Undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, dll.
Hampir seluruh
masyarakat dunia sepakat bahwa perilaku berbohong, mencuri, menipu, dan
menyakiti orang lain sebagai perbuatan yang tidak etis dan tidak bermoral.
Sedangkan perilaku kejujuran, menepati janji, membantu orang lain, dan
menghormati hak-hak orang lain, dipandang sebagai perilaku etis bermoral.
Pemilahan perilaku kedalam berbagai
kategori perilaku etis dan perilaku tidak etis sangat dibutuhkan untuk menjaga
dan memelihara kesinambungan pelaku bisnis dimanapun didunia ini, termasuk di
Indonesia.
Untuk
meemelihara kesinambungan bisnis perusahaan para pelaku bisnis dituntut untuk
melakukan pengelolaan perusahaan yang baik dan setiap pelaku bisnis haruslah
mengedepankan etika bisnis yang sehat, agar nantinya misi dan visi perusahaan
yang telah ditetapkan tercapai. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dapat
menjadi salah satu satu alat untuk mencapai etika bisnis yang baik tersebut.
Penerapan GCG dan mengedepankan etika dibandingkan dengan kepentingan pemilik
memang tidak mudah. Tapi pasti ada manfaat yang diperoleh oleh perusahaan, dan
bukan hanya sesaat tetapi jangka panjang.
Dengan
menjalankan etika bisnis yang sehat merupakan fackor terpenting dalam upaya
penerapan GCG tersebut. Menerapkan etika bisnis secara konsisten hingga dapat
mewujudkan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan merupakan salah satu
sumbangsih besar yang dapat diberikan oleh dunia usaha untuk mendorong
terciptanya pasar yang efisien, transparan dan mampu memberikan manfaat yang
besar bagi seluruh stakeholder-nya.
Pentingnya
penerapan tata kelola perusahaan yang sehat bertujuan untuk menciptakan pasar
yang stabilitas dan untuk memperoleh kepercayaan pasar, penerapan GCG sebagai
bagian dari etika bisnis ini pada gilirannya dapat mempengaruhi pasar dan
menjadi bahan pertimbangan yang penting dalam proses pengambilan keputusan para
investor ketika. Contoh, Investor menanamkan modalnya untuk membiayai
perusahaan, tentunya mereka mengharapkan agar perusahaan dikelola dengan baik
dan mengharapkan investasinya aman dan dapat memberikan keuntungan dan tingkat
pengembalian yang tinggi.
Penerapan
GCG dan etika bisnis yang sehat dengan mengedepankan kepentingan peilik/pemegan
saham (stakeholder) memang bukanlah hal yang mudah karena masing-masing fihak
memiliki kepentingan yang berbeda. Tetapi
ada manfaat yang diperoleh oleh perusahaan, dan bukan hanya sesaat tetapi
jangka panjang. Memang ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan, namun akan
sangat membantu memastikan kita untuk terus dapat mengembangkan bisnis. Jika
perusahaan tidak perlu dikelola dengan baik, siapa yang dapat memastikan bahwa
ada perlindungan kepada semua stakeholder? Kalau sudah hilang kepercayaan
pasar, apakah kira-kira masih besar kesempatan untuk berkembang.
PENGERTIAN ETIKA
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu :
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika
yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Etika
adalah cabang filosofi yang menyatakan tentang perilaku apa yang benar atau
yang seharusnya dilakukan (Brooks & Paul, 2012:130). Etika dapat pula
diartikan sebagai pandangan hidup untuk berperilaku sesuai norma yang berlaku.
Ada empat teori etika yang biasanya digunakan yaitu utilitarianism, deontology,
teori hak dan teori keutamaan.
Utilitarisme
Hapzi
Ali (2017) menjelaskan, Utilitarisme berasal dari bahasa latin utilis yang
berarti “ bermanfaat”. Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
saja melainkan masyarakat keseluruhan. Pemikiran utilitarisme menekankan pada baik
buruknya suatu perbuatan melalui kegiatan the
greatest happiness of the greatest number “kebahagian terbesar dari jumlah
orang terbesar”.
Pada
kasus ini dapat diejelaskan melalui pertanyaan, kenapa melestarikan lingkungan
hidup merupakan tanggung jawab moral kita?, Utilitarisme menjawab: karena hal
ini membawa manfaat paling besar bagi umat manusia sebagai keseluruhan,
termasuk juga pada generasi sesudahnya.
Teori
Utilitarisme juga cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, yaitu cost-benefit
analysis yang banyak dipakai dalam konteks ekonomi. Sedangkan dalam konteks
bisnis dengan melihat untung dan rugi atau kredit dan debet.
Menurut teori utilitarianism, perilaku etis akan
menghasilkan kesenangan yang maksimal atau setidaknya meminimalkan perasaan
sakit. Yang perlu dipertimbangkan oleh pengambil keputusan yang menggunakan
teori utilitarianism adalah kesenangan yang didapatkan juga harus menjadi
kesenangan di dalam level masyarakat, tidak hanya level individu. Misalnya
pemberian bonus kepada CEO juga harus mempertimbangkan kepuasan tenaga kerja
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Karena bisa saja dengan pemberian bonus
tersebut akan mengurangi jatah upah tenaga kerja. Jika ini dilakukan maka
kesenangan yang diperoleh hanya ada pada level CEO.
Teori Utilitarisme juga menekankan pentingnya
konsekuensi keputusan memberikan dampak atau hasilnya baik atau buruk. Kualitas
moral suatu keputusan baik buruknya tergantung pada konsekuensi atau akibat
yang ditimbulkannya. Jika suatu keputusan memberikan manfaat sangat baik,
artinya keputusan tersebut memberikan
kemakmuran, kesejahteraan, kebahagian masyarakat, maka keputusan ini adalah
baik. Sebaliknya jika keputusannya memberikan hasil lebih banyak kerugian
daripada manfaat, perbuatan ini harus dinilai buruk. Jika diterapkan dalam
kegiatan bisnis, kegiatan bisnis dikatakan etis apabila kegiatan yang
dilakukannya dapat memberikan sebesar-besarnya manfaat pada konsumen dan
masyarakat. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan bisnis yang baik adalah kebijakan
yang menghasilkan berbagai hal yang baik, bukan sebaliknya menimbulkan
kerugian.
Kritik terhadap teori Utilitarisme, dimana tidak
berhasil dalam dua paham etis yaitu keadilan dan hak. Sebagai contoh, jika
suatu perbuatan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk orang banyak, maka
menurut Utilitarisme perbuatan itu dianggap baik. Akan tetapi bagaimana kalau
perbuatan tersebut serentak tidak adil bagi suatu kelompok tertentu atau
melanggar hak beberapa orang? Apakah perbuatan tersebut bernilai baik. Hal ini
juga terlihat dalam manfaat bisnis yang mengutamakan kepentingan masyarakat
luas merupakan sebuah konsep bernilai tinggi sehingga dalam praktek bisnis
sesungguhnya dapat menimbulkan kesulitan bagi pelaku bisnis secara signifikan.
Pebisnis dengan level intelektual dan moralitas rendah akan sulit menentukan
prioritas mana yang akan didahulukan apakah itu kepentingan konsumen,
masyarakat, karyawan atau diri pebisnis sendiri. Bila hal tersebut terjadi maka
tingkat peradaban pebisnis disuatu wilayah tersebut masih rendah sehingga sulit
menentukan kepentingan siapa akan didahulukan untuk membentuk penciptaan
keuntungan sekaligus memperoleh kesejahteraan masyarakat.
Jalan keluar untuk kasus di atas, beberapa
Utilitaris mengusulkan untuk membedakan dua macam Utilitarisme yaitu:
1. Utilitarisme
perbuatan (act Utilitarisnism)
Disini, prinsip dasar Utilitarisnisme
(manfaat terbesar bagi sejumlah orang banyak) diterapkan pada perbuatan.
Dipakai untuk menilai kualitas moral suatu perbuatan.
2. Utilitarisme
aturan ( rule Utilitarisnism)
Prinsip dasar dari Utilitarisnisme tidak
harus diterapkan atas perbuatan yang kita lakukan, melainkan atas aturan moral
yang kita terima bersama dalam masyarakat sebagai pegangan bagi perilaku kita.
Deontologi
Istilah “deontology” berasal dari kata yunani
deon yang berarti kewajiban. Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan
adalah kewajiban. Konsekuensi perbuatan dalam hal ini tidak boleh menjadi pertimbangan.
Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan hanya
karena wajib dilakukan. Jika kita lihat orang beragama berpegang pada pendirian
deontology ini. Untuk pertanyaan
mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan lain adalah buruk, orang beragama
menjawab: karena diperintahkan atau dilarang oleh tuhan. Deontologi tidak
terpasak pada konsekuensi perbuatan, dengan kata lain deontologi me- laksanakan
terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. Hal-hal yang lain seperti kekayaan,
intelegensia, kesehatan, kekuasaan dan sebagainya disebut sebagai kebaikan yang
terbatas, yang baru memiliki arti manakala ia dipakai oleh kehendak baik
manusia (Ibid, 254).
Kant
menolak pandangan moral kaum utilitarianisme yang mengedepankan tujuan yang ingin
dicapai sebagai landasan moral dari suatu perbuatan. Bagi Kant, suatu perbuatan
dinilai baik manakala dilakukan atas dasar kewajiban, yang disebutnya sebagai
perbuatan berdasarkan legalitas, tidak penting untuk tujuan apa perbuatan itu
dilakukan. Ajaran ini menekankan bahwa seharusnya kita melakukan “kewajiban”
karena itu merupakan “kewajiban” kita, dan untuk itu alasan (reason)
tidak diperlukan sehingga perbuatan itu dilakukan.
Franz
Magnis Suseno (1992: 28) sempat memberi contoh tentang hubungan antara etika
dan norma. Dalam konteks masyarakat tradisional, orang kelihatan dengan
sendirinya menaati adat-istiadat. Sebab, mereka telah membatinkan (menginternalisasikan)
norma-normanya. Mereka menaati norma-norma tersebut, bukan karena takut
dihukum, melainkan karena ia akan merasa bersalah apabila ia tidak mentaatinya.
Norma-norma penting dari masyarakat telah ditanam dalam batin setiap anggota
masyarakat itu sebagai norma moral.
Kemudian deontology menyatakan perilaku yang
etis dipertimbangkan melalui motivasi pengambil keputusan. Deontology saling
melengkapi dengan utilitarianism dalam mewujudkan perilaku etis.
Teori Hak
Teori hak paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deantologi, karena hak berkaitan dengan kewajiban.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak dan kewajiban bagaikan dua sisi mata uang
logam yang sama. Teori hak sangat cocok dengan pemikiran demokratis, yaitu
hak didasarkan atas martabat manusia dan
martabat manusia itu sama. Entah seseorang itu kaya atau miskin, atau dalam
keadaan ekonomis yang sedang, dari segi martabatnya tidak ada perbedaan dan
akibatnya ia tidak boleh diperlakukan dengan cara berbeda.
Teori hak dalam etika bisnis, diterapkan lebih
utama pada karyawan dengan menonjolkan hak karyawan terhadap perusahaan.
Karyawan mempunyai hak atas gaji yang adil, atau lingkungan kerja yang sehat
dan aman, dan seterusnya. Disamping itu teori hak juga diterapkan pada
konsumen, dimana konsumen berhak atas produk yang sehat serta aman dan sesuai
dengan harapannya .
Teori
Keutamaan
Teori terakhir adalah teori keutamaan (virtue),
yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan: apakah suatu
perbuatan tertentu adil, atau jujur atau murah hati, melainkan apakah orang
tersebut bersikap adil, jujur, murah hati dan sebagainya.
Keutamaan didefinisikan sebagai disposisi watak
yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral. Seseorang adalah orang yang baik, jika memiliki keutamaan. Hidup
yang baik adalah hidup menurut keutamaan. Ada banyak keutamaan dan semua
keutamaan tidak sama pentingnya untuk setiap orang atau setiap bidang kegiatan.
Solomon membedakan keutamaan untuk pelaku bisnis individu dan keutamaan pada
taraf perusahaan. Keutamaan yang harus menandai pebisnis perorangan
diantaranya: kejujuran, fairness, kepercayaan, dan keuletan.
1. Keutamaan
pertama: kejujuran. Orang yang mempunyai keutamaan kejujuran tidak akan
berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis. Salah satu contohnya: pedagang
mobil bekas tidak jujur, bila ia mengatakan bahwa mesin mobil baru direvisi,
padahal revisi itu tidak pernah terjadi atau bila ia mempermainkan penghitung
kilometer. Tentu saja sipembeli harus kritis sebelum membeli. Setiap pembelian
atau transaksi mengandung resiko bahwa produk yang dibeli tidak seperti yang
kita harapkan. Karena itu perlu kita periksa dulu, sebelum pembelian menjadi
final. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis
ingin bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan. Namun
keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala kartunya.
2. Keutamaan
kedua, fairness atau “keadilan”. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan
untuk memberikan apa yang wajar kepada semua orang dan dengan “wajar”
dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu
transaksi. Insider trading adalah contoh cara berbisnis yang tidak fair. Yaitu
menjual saham atau membeli saham berdasarkan informasi dari dalam yang tidak
tersedia bagi umum.
3. Keutamaan
ketiga, kepercayaan. Pebisnis yang memiliki keutamaan ini, bersedia untuk
menerima mitranya sebagai orang yang bisa diandalkan. Ada beberapa cara untuk
mengamankan kepercayaan, salah satunya adalah memberikan garansi dan jaminan.
Bila perdagangan mobil bekas adalah salah satu sector yang dicurigai, bisnis
ini bisa memberi garansi satu tahun untuk setiap mobil yang dijualnya, guna
menciptakan kepercayaan.
4. Keutamaan
keempat adalah keuletan. Keuletan dalam bisnis cukup dekat dengan keutamaan
lebih umum yang disebut “ keberanian moral”.
Keutamaan lain yang perlu diterapkan dalam
aktivitas bisnis diantaranya: keramahan, loyalitas, kehormatan dan rasa malu.
Keramahan tidak merupakan taktik saja dalam memikat para pelanggan, tetapi
menyangkut inti kehidupan dalam bisnis itu sendiri. Bagaimanapun juga bisnis
selalu mempunyai segi melayani sesama manusia. Loyalitas
PENERAPAN
ETIKA KAITANNYA DENGAN KEGIATAN BISNIS
Etika akan memberikan panduan bagi pemegang
saham, manajer, dan pekerja untuk melakukan tindakan bisnis secara etis.
Sedangkan Etika Bisnis merupakan penerapan etika secara umum terhadap perilaku
bisnis. Secara lebih khusus lagi makna etika bisnis menunjukkan perilaku etis
maupun tidak etis yang dilakukan manajer dan kaeryawan dari suatu organisasi
perusahaan.
Etika Bisnis bukan merupakan suatu etika yang
berbeda dari etika pada umumnya dan etika bisnis bukan merupakan suatu etika
yang hanya berlaku didunia bisnis. Sebagai contoh, apabila ketidak jujuran
dipandang sebagi perilaku yang tidak etis dan tidak bermoral, maka siapapun
didalam kegiatan usaha (manajer atau karyawan) yang tidak jujur tehadap para
pekerja, para pemegang saham, dan para pelanggan maupun para pesaing, maka
mereka dipandang melakukan tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral.
Selanjutnya, apabila perilaku mencegah pihak lain menderita kerugian dipandang sebagai perilaku etis, maka
perusahaan yang menarik kembali produknya yang memiliki cacat produksi dan
dapat membahayakan keselamatan konsumen, dapat dipandang sebagai perusahaan
yang melakukan perilaku etis dan bermoral.
Tujuan etika adalah untuk membina watak-watak
dan mental sesorang agar menjadi manusia yang baik, lahir dan batin. Etika
lebih penting dari hukum, karena bagimanapun lengkapnya hukum, tanpa adanya
etika maka orang akan menemukan celah-celah hukum tersebut.
Permasalahan etika yang terjadi di perusahaan
bervariasi antar fungsi perusahaan yang
satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena operasionalisasi perusahaan
sangat terspesialisasi kedalam berbagai bentuk profesi, sehingga setiap fungsi
perusahaan cenderung memiliki masalah-masalah etika tersendiri.
Pentingnya penerapan etika dibeberapa bidang
fungsional diperusahaan untuk mencegah timbulnya masalah-masalah berikut, yaitu
:
1. Etika
dibidang Akuntansi (Accounting Ethics)
Fungsi akuntansi merupakan komponen yang sangat
penting bagi perusahaan. Para manajer
perusahaan, investor luar, pemerintah, instansi pajak, dan serikat pekerja
membutuhkan data-data akuntansi untuk membuat berbagi keputusan penting. Dengan
demikian kejujuran, integritas, dan akurasi dalam melakukan kegiatan akuntansi
merupakan syarat mutlak yang harus diterapkan oleh fungsi akuntansi.
Banyak sekali kasus di Indonesia, yang dalam
realita kegiatan bisnis melakukan praktik akuntansi yang dianggap tidak etis.
Sebagai Contoh, bisa dipastikan hampir seluruh perusahaan di Indonesia
melakukan penyusunan laporan keuangan ganda atau berbeda dengan tujuan
memperoleh keuntungan dari penyusunan laporan keuangan seperti itu. Laporan
keuangan yang berbeda untuk pihak-pihak yang berbeda. Ada laporan keuangan
intern perusahaan, laporan keuangan untuk bank, dan laporan keuangan untuk
kantor pajak.
Dengan melakukan praktik ini, bagian akuntansi
perusahaan secara sengaja memperoleh manfaat/ keuntungan finansial dari
penyusunan laporan palsu tersebut.
Karena hal tersebut diatas di Indonesia ada
suatu standar profesi yang berkaitan dengan akuntansi yaitu Standar Akuntansi
Keuangan dan Standar Profesi Akuntan Publik Indonesia. Standar akuntansi
keuangan dan standar profesi akuntansi merupakan suatu standar kerja bagi
akuntan publik di Indonesia. Aturan ini mengatur dan melindungi para akuntan
publik dalam melakukan pekerjaannya. Standar ini terdiri dari :
-
Aturan Etika
-
Standar Profesi Akuntan Publik
-
Standar Akuntansi Keuangan
2. Etika
di bidang Keuangan (Financial Ethics)
Perbuatan korupsi umumnya melibatkan bagian
keuangan, banyak kejadian skandal mega korupsi di Indonesia melibatkan
petinggi-petinggi di bagian keuangan, akbiat perbuatan tidak etis ini menimbulkan
berbagai kerugian bagi para investor. Indonesia merupakan negara sarang koruptor.
Hal ini mungkin berkaitan dengan budaya indonesia yang menganggap benar apa
yang dilakukan. Perbuatan yang tidak etis dan tidak bermoral seperti inilah
yang seharusnya tidak dilakukan oleh semua komponen bangsa.
3.
Etika dibidang Produksi & Pemasaran (Production & marketing ethics)
Pada bidang produksi kerap ditemukan informasi
yang dimuat pada kemasan produk tidak sesuai dengan isi produknya sendiri dan
pada bidang pemasaran kerap ditemukan pesan yang disampaikan dalam promosi
untuk menarik konsumen tidak sesuai dengan informasi yang sebenarnya, baik dari
segi kwalitas produk maupun harga, akibat perbuatan tidak etis ini yang harus
menanggung kerugian adalah pelanggan. Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan
para pelanggannya dapat menimbulkan berbagi permasalahan etika di bidang
produksi dan pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari perlakuan yang tidak etis
yang mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia telah
memberlakukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
4.
Etika di bidang teknologi informasi (Information technology ethics)
Masalah etika di bidang teknologi informasi
yangs angat memprihatinkan sekarang ini paling memprihatinkan, perilaku
masyarakat dalam mengekpresikan kebebasan dalam menyampaikan pendapat sudah
melewati batas-batas norma kewajaran sopan santun. Permasalahan etika lainnya dalam bidang ini
meliputi serangan terhadap wilayah privasi seseorang, menyampaikan berita
bohong, menghina kepala negara, dan akses terhadap informasi usaha terutama
melalui transaksi e-commerce.
Faktor-faktor
yang mendorong timbulnya masalah etika bisnis
Faktor-faktor yang pada umumnya menjadi penyebab
timbulnya masalah etika bisnis perusahaan antara lain:
1. Mengejar
keuntungan dan kepentingan pribadi (Personal Gain and selfish interest)
Pada umumnya para pelaku bisnis di Indonesia
berperilaku serakah dan memementingkan bisnisnya sendiri dengan mengejar
keuntungan untuk diri sendiri, bahkan tidak memperhatikan kepentingan karyawan,
pelanggan dan lingkunagn sekitarnya. Perusahaan kadang-kadang memperkejakan
karyawan yang memiliki nilai-nilai moral tidak baik. Karyawan tersebut akan
menempatkan kepentingannya untuk memeperoleh kekayaan melebihi kepentingan
lainnya meskipun didalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan
karyawan lainnya, perusahaan dan masyarakat.
2. Tekanan
persaingan terhadap laba perusahaan (Competitive pressure and profits)
Ketika perusahaan berada dalam situasi
persaingan yang sangat keras, perusahaan sering kali terlibat dalam berbagi
kreativitas bisnis yang tidak etis untuk melindungi tingkat profitabilitas
mereka.
3. Pertentangan
antara nilai-nilai perusahaan dengan perorangan (Bussiness goals vs personal
values)
Masalah etika dapat muncul pada saat perusahaan
hendak mencapaui tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru
yang tidak dapat diterima oleh pekerjanya. Sebagi contoh, kegiatan
retrukturisasi perusahaan dengan tujuan meningkatkan efesiensi dan efektifitas
kinerja perusahaan dapat menimbulkan penurunan moral karyawan yang sangat
hebat.
4. Pertentangan
etika lintas budaya (Cross cultural contradiction)
Masalah etis timbul ketika pada saat perusahaan
melakukan kegiatan usahanya diberbagai daerah melakukan ekspansi ke berbagai daerah, muncul
perbedaan budaya standar etika. Hal ini timbul karena adanya relativisme etis
(ethical relativism), yaitu ketidaksamaan cara pandang terhadap suatu perbuatan
sebagai etis atau tidak etis yang terjadi antara masyarakat daerah satu dengan
daerah lain atau antar satu agama dengan agama lain.
PRINSIP
ETIKA BISNIS
Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam
bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai
manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang
dianut oleh masing-masing masyarakat.
Sonny Keraf (1998) menjelaskan, bahwa prinsip
etika bisnis sebagai berikut :
1 Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya
tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
1. Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
2. Prinsip keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
3. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
4. Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang-orangnya maupun perusahaannya.
1. Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
2. Prinsip keadilan; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
3. Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
4. Prinsip integritas moral; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan/orang-orangnya maupun perusahaannya.
Sesungguhnya banyak perusahaan besar telah
mengambil langkah yang tepat kearah penerapan prinsip-prinsip etika bisnis ini,
kendati prinsip yang dianut bisa beragam. Pertama-tama membangun apa yang
dikenal sebagai budaya perusahaan (corporate culture). Budaya perusahaan ini
mula pertama dibangun atas dasar Visi atau filsafat bisnis pendiri suatu
perusahaan sebagai penghayatan pribadi orang tersebut mengenai bisnis yang baik.
Visi ini kemudian diberlakukan bagi perusahaannya, yang berarti Visi ini
kemudian menjadi sikap dan perilaku organisasi dari perusahaan tersebut baik
keluar maupun kedalam. Maka terbangunlah sebuah etos bisnis, sebuah kebiasaan
yang ditanamkan kepada semua karyawan sejak diterima masuk dalam perusahaan
maupun secara terus menerus dievaluasi dalam konteks penyegaran di perusahaan
tersebut.
PENERAPAN ETIKA DAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE
Mengacu
pada teori egoism bahwa setiap
manusia memiliki egoism di dalam
dirinya masing-masing, maka akan ada benturan kepentingan antara kepentingan
manajemen, kepentingan pemegang saham, dan kepentingan stakeholder lainnya.
Setiap entitas tersebut memiliki kepentingan masing-masing dalam meningkatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri.
Permasalahan
muncul ketika pemenuhan kepentingan dalam mendapatkan keuntungan tersebut
merugikan hak entitas lain. Manejemen memiliki kepentingan untuk mendapatkan
laba sebesar-besarnya dari bisnis yang dijalankan. Pemegang saham dan kreditur
memiliki kepentingan untuk mendapatkan pengembalian yang maksimal dari dana
yang ditanamkan atau dipinjamkan kepada perusahaan. Begitu juga dengan
stakeholder lainnya memiliki kepentingan masing-masing.
Selanjutnya
lahirnya konsep good corporate governance untuk mengatasi permasalahan di atas.
Terutama pada sistem ekonomi pasar bebas, pihak yang berkepentingan sangat
banyak dan masing-masing menuntut haknya dalam memperoleh keuntungan. Good
corporate governance sebagai sebuah struktur dan proses akan mengendalikan
perusahaan tentang bagaimana seharusnya perusahaan beroperasi. Good corporate
governance akan menemukan benang merah atau titik temu antara kepentingan
masing-masing entitas yang menginginkan keuntungan seperti yang dijelaskan di
atas.
Sementara
itu, good corporate governance akan terlaksana jika setiap perusahaan memiliki
integritas yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Dengan integritas yang
tinggi, perusahaan akan memperoleh kepercayaan dari para stakeholder sehingga
dapat terus menjalankan usahanya untuk jangka panjang. Misalnya dengan
memberikan pengembalian yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kreditur
atau pemegang saham, perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dalam mengelola
dana sehingga mendapatkan pinjaman atau modal secara berkelanjutan. Maka
perusahaan harus juga menyediakan informasi yang akurat dan relevan. Artinya
perusahaan dituntut untuk memiliki akuntabilitas dan transparansi yang tinggi.
Untuk
dapat mewujudkan integritas yang tinggi tersebut, perusahaan harus menerapkan asas-asas
etika. Apabila perusahaan menerapkan perilaku-perilaku etis dalam setiap
keputusan yang dibuatnya, integritas tinggi tersebut akan muncul secara
otomatis. Ulitarianism dan deontology dapat digunakan untuk melahirkan perilaku
etis dalam pengambilan keputusan yang tidak hanya memperhatikan kepentingan
pribadi atau kepentingan kelompok, melainkan kepentingan masyarakat secara
keseluruhan mencakup kepentingan perusahaan dan stakeholder.
Penerapan
perilaku-perilaku etis pada perusahaan pada akhirnya akan mewujudkan good
corporate governance. Perusahaan akan mempertimbangkan kepentingan para
stakeholder sehingga perusahaan memiliki tanggung jawab yang tinggi. Dengan
begitu perusahaan mendapatkan kepercayaan dari kreditur, pemegang saham, tenaga
kerja, dan stakeholder lainnya. Penerapan perilaku etis ini akan mewujudkan
integritas dan good corporate govenance
secara berkesinambungan.
PENUTUP
Dari penjelasan diatas, berikut beberapa
rekomendasi pentingnya penerapan etika dalam kegiatan bisnis :
1. 1. Penerapan standar etika yang tinggi di
perusahaan bertujuan untuk membangun corporate image dan reputasi yang bagus,
perusahaan juga bisa memandang penerapan standar etika yang tinggi sebagai
bagian dari risk management untuk mengurangi resiko jangka panjang perusahaan. 2.
Dalam penerapan etika dalam suatu perusahaan, perlu adanya ketentuan
undang-undang yang mewajibkan semua organisasi publik di Indonesia untuk
menyusun kode etik masing-masing yang selanjutnya diberlakukan secara internal,
dan membentuk Dewan Kehormatan atau Komisi Etika yang bersifat independent
untuk keperluan mengatur pemberlakuan dan menjalankan kode etik tersebut.
2. Pelaksanaan etika bisnis di Indonesia, perusahaan yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang dibandingkan yang tidak menerapkan etika bisnis. Para pemilik modal harus memiliki visi jangka panjang karena karena beretika dalam bisnis jarang memberikan keuntungan segera.
3. Pelaksanaan etika bisnis perlu dibuat sistem audit dan kontrol yang ketat agar dapat mendeteksi sedinini mungkin setiap penyimpangan yang terjadi dan menghukum para pelanggar etika tanpa memandang bulu.
4. Keteladan pemimpin yang menjunjung tinggi etika dan memberi teladan jelas juga sangat dibutuhkan.
5. Perusahaan harus menerapkan perilaku-perilaku etis untuk dapat melaksanakan good corporate governance. Dengan begitu, dapat ditentukan titik temu antara kepentingan perusahaan (manajemen) dan kepentingan para stakeholder.
2. Pelaksanaan etika bisnis di Indonesia, perusahaan yang menerapkan standar etika dan moral yang tinggi terbukti lebih sukses dalam jangka panjang dibandingkan yang tidak menerapkan etika bisnis. Para pemilik modal harus memiliki visi jangka panjang karena karena beretika dalam bisnis jarang memberikan keuntungan segera.
3. Pelaksanaan etika bisnis perlu dibuat sistem audit dan kontrol yang ketat agar dapat mendeteksi sedinini mungkin setiap penyimpangan yang terjadi dan menghukum para pelanggar etika tanpa memandang bulu.
4. Keteladan pemimpin yang menjunjung tinggi etika dan memberi teladan jelas juga sangat dibutuhkan.
5. Perusahaan harus menerapkan perilaku-perilaku etis untuk dapat melaksanakan good corporate governance. Dengan begitu, dapat ditentukan titik temu antara kepentingan perusahaan (manajemen) dan kepentingan para stakeholder.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Hapzi, 2017, Business Ethics & GG :
Philosopical Ethic and Business, Jakarta, Mercubuana
Suseno, Franz Magnis. 1992. Filsafat
sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta:
Kanisius.
http://komang4d1.blogspot.co.id/2013/09/etika-bisnis-di-indonesia.html,
19 Maret 2017, 3:30
http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/etik-dan-good-corporate-governance-ggc-sebuah-cara-mewujudkan-entitas-bisnis-yang-sehat_57df999e7593733941aef017,
19 Maret 2017, 3:35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar